Tidak Tahu Adat Istiadat Setempat, Sosiolog: Kasus Penendangan Sesajen Semeru tak Perlu Diproses Hukum

- Selasa, 18 Januari 2022 | 17:29 WIB
HF (topi hitam) pria penendang sesajen di Gunung Semeru di Polda Jatim, Jumat (14/1/2022). (kompas.com)
HF (topi hitam) pria penendang sesajen di Gunung Semeru di Polda Jatim, Jumat (14/1/2022). (kompas.com)

SATUARAH.CO – Sosiolog Universitas Airlangga (Unair), Prof Bagong Suyanto turut mengomentari kasus penendangan sesajen di kawasan terdampak erupsi Gunung Semeru yang videonya viral beberapa waktu lalu.

Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan satu tersangka, Hadfhana Firduas yang ditangkap di Yogyakarta.

Dosen Program Studi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisip) tersebut mengatakan, bangsa Indonesia perlu belajar memaafkan dan memahami orang yang tidak mengerti.

Baca Juga: Sah, RUU Ibu Kota Negara Jadi Undang-Undang

Artinya, kata dia, kasus tersebut sejatinya bisa diselesaikan secara kekeluargaan dan tidak harus sampai ke ranah hukum.

“Menurut saya memang tidak perlu memperpanjang masalah ini sampai ke ranah hukum. Kita bisa menyelesaikannya dengan cara kekeluargaan dan yang terpenting ketika pelaku sudah meminta maaf maka ya selesai permasalahannya," ujar Bagong, Selasa (18/1/2022).

Bagong mengatakan, berdasarkan informasi yang diperolehnya, pelaku tidak berasal dari wilayah Lumajang sehingga mungkin tidak mengetahui adat-istiadat setempat.

Baca Juga: Capai 35,34 Miliar Dolar AS, Surplus Neraca Perdagangan RI Tertinggi Sejak 2006

Kendati tidak setuju dengan penahanan terhadap Hadfhana, Dekan Fisip Unair tersebut tetap tidak menyetujui tindakan itu.

Menurutnya, Indonesia adalah bangsa multikulturalisme sehingga setiap orang perlu menghargai perbedaan. “HF kan orang luar daerah yang datang ke komunitas lokal, maka dia harus berempati dan belajar memahami perbedaan,” ujar Bagong.

Hadfhana, sambung Prof Bagong, tidak bisa hanya membenarkan tindakannya sendiri dan menganggap yang lain adalah salah. Karena nanti akan ada kelompok-kelompok lain yang tersinggung. Ia pun berharap kejadian ini bisa menjadi pelajaran bersama.

Baca Juga: Mulai 2023, Pemerintah Hapus Tenaga Kerja Honorer

Bagong menyampaikan, masyarakat boleh saja mempercayai dan mengimani suatu keyakinan. Akan tetapi kemudian, mereka tidak perlu menyalahkan atau merendahkan yang lainnya. Cukup dirasakan sendiri tanpa menyinggung keyakinan lain.

Melalui sikap yang demikian itu, maka diharapkan tidak akan terulang kejadian serupa. Hal itu karena tidak ada anggapan salah terhadap kelompok atau keyakinan lain. Selebihnya yang ada yakni penghormatan dan kesediaan untuk menerima bahwa perbedaan itu ada.

Halaman:

Editor: Dudun

Sumber: republika.co.id

Tags

Artikel Terkait

Terkini

X