Encup Subekti Mengabdi untuk Pendidikan PWI, Ini Kisahnya

photo author
- Minggu, 11 April 2021 | 19:36 WIB
Kisah Inspiratif
Kisah Inspiratif



Pers cetak, sejak saat itu sudah tinggal menunggu waktu penurunan tajam yang terus menerus. Jadi, kami sama sekali tidak berpikir kesana. Sebaliknya waktu itu usaha star up baru saja bertumbuh, dan belum banyak perusahaan yang menekuni bisnis ini. Dan untuk usaha star up, perusahaan mana lagi yang memikiki akses dan data paling kuat, selain Pos Kota Group. Koran ini punya data jual beli lengkap di semua bidang.





Ada jual beli atau sewa rumah di Jakarta paling komplit. Penawaran pekerjaan dan orang yang membutuhkan alias pencari kerja paling banyak pula di Pos Kota Group. Begitu juga jual beli mobil, burung, barang antik dan sebagainya, apa aja ada disana. Bahkan daftar panti pijt pun begitu lengkap. Semua ada di iklan Pos Kota, kala itu. Dengan mengakuisisibPos Kota Group dan melengkapi dengan usaha star up, Pos Kota Group bakal menjadi salah satu usaha di bidang star up yang paling besar.





Dan kalau itu terjadi, saya yakin, perusahaan ini menjadi salah satu perusahaan dengan value yang teramat sangat besar serta masuk katagori triliunan. Maka tanpa ragu, saya mengatakan kepada pihak BNI, yang meminta dan mempersilahkan saya secara alami berhubungan dengan Pos Kota Group, saya aminin alias saya setujui.









Hanya saja, saya tak punya banyak akses terhadap para pemegang saham Pos Kota Group. Di sinilah saya kembali meminta tolong Pak Bekti lagi untuk “menghubungi dan mengkondisikan” para pemegang saham inti Pos Kota Group. Dari situlah saya akhirnya bertemu dengan dua tokoh Pos Kota Group, Harmoko dan Tahar, serta beberapa pemegang saham Pos Kota Group lainnya. Rupanya Pak Bekti lumayan dikenal dan dipercaya di lingkungan group perusahaan pers yang sangat terkenal itu.





Pihak Pos Kota Group meminta “kerjasama” itu termasuk penanganan percetakan milik mereka di Cikarang. Lagi-lagi saya setuju saja. Lalu lahirlah MoU antara saya dengan Pihak Pos Kota Group yang diwakili Pak Harmoko dan Pak Tahar. Kedua tokoh Pos Kota inilah yang membubuhkan tanda tangannya di atas kertas MoU. Pak Bektilah yang berperan banyak membantu saya menyakinkan kepada Harmoko dan Tahar serta pemegang saham Pos Kota lainnya.





Untuk urusan percetakan di Cikarang, kami ingin audit yang tuntas dan objektif. Maka kami menyewa konsultan dari Kanada, dengan standar bayaran dolar. Kami ingin pemeriksaan berlangasung profesional. Datanglah bule ahli Kanada itu ke Indonedia dan memeriksa percetakan di Cikarang. Ketika pertama kali konsultan dari Kanada bekerja, Pak Bekti dan saya ikut meninjau ke percetakan di Cikarang. Betapa kagetnya kami, konsultan itu memulai kerjanya bukan dari memeriksa mesin, tetapi justru dari hilirnya: kemana pembuangan limbah percetakan? Setelah itu barulah ke bagian hulunya, memeriksa besi-besi mesin dan mesinnya sendiri. Kesimpulan mereka, kami tak direkomendasi mengambil alih percetakan ini sebagai mesin percetakan.





Mulai dari sana negosisasi dengan Pos Kota Group tersendat, dan akhirnya tak jadi dilaksanakan tanpa pembatalan. Hasil ini saat itu telah saya sampaikan juga kepada pihak BNI. Setelah itu saya tak tahu lagi bagaimana kelanjutannya penanganan Pos Kota Group di BNI, sampai saya mendengar kabar Pak Tahar wafat dan ada lapor melapor ke polisi antara anggota dan pengurus koperasi karyawan Pos Kota sebagai salah satu pemegang saham Pos Kota Group.





Kisah tangga “langka”

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Redaksi

Tags

Rekomendasi

Terkini

X