Atas kondisi ini, UTA '45 Jakarta meminta PN UKAI membatalkan perubahan nilai batas lulus, karena dilakukan sepihak dan sewenang-wenang oleh Panitia Nasional UKAI-CBT, tanpa mengikuti peraturan pemerintah yang berlaku.
Baca Juga: JAM Pidum Setujui Empat Pengajuan Restorative Justice
Lalu, Panitia Nasional juga diminta memperbaiki dan merehabilitasi nama baik peserta UKAI-CBT yang dianggap tidak lulus. Sebab akibat kondisi ini sangat berimbas pada psikologis peserta yang tak lulus.
Mereka juga ingin panitia mengembalikan syarat kelulusan apoteker sesuai dengan Permendikbud No.2 Tahun 2020 tentang Ujian Kompetensi calon Apoteker.
"Jika tiga tuntutan tersebut tidak diindahkan dan dilaksanakan, maka UTA’45 Jakarta akan melakukan tindakan hukum sesuai dengan hukum yang berlaku di Negara Kesatuan Republik Indonesia," ungkap Rajes.
Baca Juga: Libatkan 10 Ribu Peserta, Ridwan Kamil Apresiasi Gelaran Pesona Nusantara Bekasi Keren
Sementara, Ketua Yayasan UTA '45 Jakarta, Bambang Sulistomo menambahkan, pihaknya secara prinsip setuju dengan upaya peningkatan kualitas apoteker Indonesia. Namun, kata dia hal tersebut harus dilakukan secara transparan.
"Panitia Nasional pasti bicara tentang peningkatan kualitas, tapi jika tidak dijalankan dengan proses yang terbuka, kejujuran, kita kecewa betul. Sebab nilai IPK yang sebelumnya disertakan, itu nggak disertakan," ujarnya.
"Waktu rapat, mereka (organisasi terkait apoteker) setuju pada (nilai) yang lalu. Tapi begitu dibilang yang baru. Saat dikonfrontasi, 'siapa yang ngomong?' padahal yang ngomong mereka-mereka juga," imbuh putra pahlawan nasional Bung Tomo ini.
Baca Juga: Terkait Rencana Sandiaga Capres 2024, Sufmi Dasco: Jadi Presiden adalah Pilihan
Panitia Nasional UKAI-CBT sendiri, kata dia, berisikan orang-orang yang berada di organisasi apoteker. Yaitu para pimpinan Fakultas Farmasi perguruan tinggi seluruh Indonesia.
Sementara, Marvita Sari, salah seorang mahasiswa yang tak lulus ujian kompetensi mengaku stres akibat kondisi yang ia alami itu. Terlebih, dirinya mengaku telah belajar secara mati-matian sebelum mengikuti UKAI-CBT. Tak hanya dirinya, rekannya bahkan mencoba bunuh diri gara-gara tak lulus ujian.
"Banyak yang dirugikan. Ada yang melakukan percobaan bunuh diri, dan saat sedang dirawat di rumah sakit. Mahasiswa UTA '45 Jakarta," ujar Marvita.
"Semua orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, sehingga jangan disamakan. Bukan berarti dia tidak bisa," sambung mantan mahasiswa UTA '45 Jakarta itu. √