aspirasi

Opini - PPP Riwayatmu

Senin, 12 September 2022 | 13:55 WIB
Ridwan Hanafi (Mufreni)

 

(Part 1)
Oleh: Ridwan Hanafi *)

TULISAN ini didedikasikan untuk seluruh kader/anggota serta simpatisan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dalam mengenang nilai nilai  perjuangan para tokoh pendiri PPP di masa otoritarian pemerintah Orde Baru yang  penuh diselimuti keringat darah  dan tetesan air mata istri dan anak-anak para pendiri, pejuang serta pendukung yang mengalami korban penindasan kekejaman Orde Baru. Kita doakan mereka semoga mendapat tempat yang terbaik disisi Allag SWT. Aamiin. 

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) memiliki rekam jejak sejarah yang panjang dalam perpolitikan nasional, Partai yang lahir sejak awal orde baru tanggal 5 Januari 1973 telah berusia 51 tahun pada pemilu serentak tahun 2024. 

Partai yang dibentuk lewat kebijakan pemerintahan Presiden Suharto, untuk penggabungan sejumlah organisasi partai politik. Terdapat 9 parpol ditambah 1 organisasi masyarakat (ormas), yakni Golkar, yang menjadi kontestan dalam Pemilu 1971. Dua tahun berselang, pada 1973, MPR mengeluarkan ketetapan tentang GBHN yang menegaskan mengenai perlunya pengelompokan organisasi peserta pemilu. Artinya, parpol-parpol yang dianggap “sejenis” akan difusikan.

Baca Juga: JAM Pidum Setujui Empat Pengajuan Restorative Justice

Kelompok pertama melakukan fusi adalah partai politik berideologi Islam, yakni Partai Nahdlatul Ulama (NU), Partai Muslimin Indonesia (Parmusi), Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII), dan Partai Islam PERTI. Dikutip dari buku Strategi PPP 1973-1982 karya Umaidi Radi, keempat partai Islam ini melebur menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) terhitung sejak 5 Januari 1973. 

Kemudian tanggal 10 Januari 1973, giliran kelompok nasionalis, plus dua partai agama non-Islam, yang meleburkan diri, yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai Musyawarah Rakyat Banyak (Murba), Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) serta Partai Kristen Indonesia (Parkindo) dan Partai Katolik. Hasil fusinya menjadi Partai Demokrasi Indonesia (PDI).

Di tengah-tengah dua kubu itu, Golkar, pendatang baru yang langsung memenangkan Pemilu 1971 dengan telak, tetap berstatus sebagai organisasi masyarakat, dan inilah kendaraan politik Orde Baru yang amat dibutuhkan Soeharto untuk melanggengkan kekuasaan.

Baca Juga: Presiden Jokowi Harapkan Perubahan Total Pelayanan Imigrasi Lebih Mudah dan Melayani

Tahun 1977 awal PPP ikut sebagai peserta pemilu. (Masa ORDE BARU)

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1975 tentang Partai Politik dan Golkar, maka jumlah parpol peserta pemilu hanya tiga yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrasi Indonesia, dan Golkar.

Pemilu 1977 secara nasional PPP berhasil meraih 18.743.491 suara, 99 kursi atau naik 2,17 persen, atau bertambah 5 kursi dibanding gabungan kursi 4 partai Islam dalam Pemilu 1971.

Kenaikan suara PPP terjadi di banyak basis-basis eks Masjumi. PPP berhasil menaikkan 17 kursi dari Sumatera, Jakarta, Jawa Barat dan Kalimantan, tetapi kehilangan 12 kursi di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Secara nasional tambahan kursi hanya 5.

Halaman:

Tags

Terkini