politik

Tolak Revisi UU PPP, Fraksi PKS: Jangan Ada Penumpang Gelap

Selasa, 8 Februari 2022 | 19:11 WIB
Anggota Badan Legislasi DPR dari Fraksi PKS, Mulyanto. (telusur.co.id)

SATUARAH.CO – Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPR  menolak pembahasan lebih lanjut revisi kedua atas Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP). 

Anggota Badan Legislasi DPR dari Fraksi PKS, Mulyanto menjelaskan, revisi UU PPP ini merupakan tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap UU Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat.

"Berkaitan dengan Metode Omnibus yang dimasukkan dalam revisi UU PPP tersebut, ini sah-sah saja diterapkan dalam penyederhanaan UU, menghilangkan tumpang tindih UU ataupun mempercepat proses pembentukan UU selama bersifat pasti, baku, dan standar," kata Mulyanto dalam Sidang Pleno Baleg DPR yang membahas revisi kedua atas UU 12/2011 tentang PPP, dilansir dari telusur.co.id, Selasa (8/2/2022).

Baca Juga: Hadapi Lonjakan Covid-19, Wakil Ketua MPR: Tingkatkan Disiplin dan Prokes

“Sifat pasti, baku, dan standar itu yang ditekankan putusan MK terkait JR UU Omnibus Law Cipta Kerja," lanjut Mulyanto.

Karena itu, Fraksi PKS mengusulkan sejumlah prasyarat terkait penggunaan Metode Omnibus.

Pertama, Metode Omnibus hanya dapat digunakan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan dalam satu topik khusus (klaster) tertentu saja. Tidak melebar atau merambah ke topik-topik lain.

Baca Juga: Munarman Dituntut Mati, Pengacara: Itu Hoaks

"Tidak boleh ada penumpang gelap yang sekedar untuk memanfaatkan kesempatan, sebagaimana yang terjadi saat pembahasan UU Omnibus Law Cipta Kerja lalu. Pembatasan ini penting, agar kita tidak mengulang kesalahan sebelumnya," tegas Mulyanto.

Kedua, soal waktu pembahasan. Diperlukan pengaturan tentang alokasi waktu yang memadai dalam penggunaan metode Omnibus ini. Alokasi waktu tersebut sesuai secara proporsional dengan jumlah UU yang terdampak dari pembahasan dengan metode ini.

Pengaturan ini penting, agar penyusunan perundangan tidak dilakukan secara ugal-ugalan dengan mengabaikan aspirasi publik.

Baca Juga: PPP Lengket dengan Anies, Pengamat Bilang Begini

Mulyanto menegaskan bahwa dalam penyusunan peraturan perundang-undangan dengan metode Omnibus harus melibatkan sebanyak-banyaknya partisipasi publik, baik dari kalangan akademisi perguruan tinggi, organisasi masyarakat, maupun masyarakat umum.

Menurutnya, mobilisasi partisipasi publik ini dilakukan dengan memperhatikan sebaran penduduk di seluruh wilayah Indonesia. Untuk mengoptimalkan partisipasi publik ini, maka setiap rancangan peraturan perundang-undangan.

Halaman:

Tags

Terkini