Oleh: DR. Fokky Fuad Wasitaatmadja, SH, M.HUM )*
TASAWUF adalah sebuah bentuk pembebasan manusia atas segala ketergantungan selain dari Allah. Eksistensi adalah bentuk dari segala hal menjadi ada, dan manusia selalu berupaya menunjukkan ke”ada”annya atau hadirnya melalui beragam simbol yang ia hadirkan.
Untuk itu makna kata “ada” atau eksisten selalu dikedepankan untuk mewujudkan hadirnya manusia. Ia menunjukkan ragam simbol yang dihadirkan, apakah ia wujudkan dalam wujud-wujud kebendaan hingga abstraksi logika. Gerak akal adalah upaya untuk unjuk keadaan hadir manusia.
Ilmu pengetahuan sejak awal selalu diletakkan untuk mewujudkan atau menjadikan atau menghadirkan segala ketidaktahuan manusia menjadi hal yang dapat difahami. Ilmu menjadi sebuah sarana eksistensi atas segenap objek semesta. Tabir rahasia yang selama ini tak terangkai dan tak difahami dicoba untuk dihadirkan melalui rangkaian logika hingga ragaan inderawi manusia.
Segenap komponen akal yang terdapat dalam konstruksi tubuh manusia berupaya menghadirkan segenap objek menjadi eksisten atau hadir. Untuk itu ilmu pengetahuan adalah cahaya yang menerangi ketidaktahuan atas sebuah objek. Ilmu bagi seorang Suhrawardi al Maqtul tidak sekedar logika melainkan juga intuisi cahaya Tuhan yang bekerja menguak segenap tabir rahasia semesta.
Baca Juga: AMPAD Dukung Penuh Jaksa Agung Terapkan Hukum Mati Koruptor
Ketika segenap objek dijelaskan, maka segala hal menjadi terang. Segala hal menjadi jelas karena cahaya ilmu mampu mewujudkan segala yang ada dalam tabir rahasia menjadi benderang. Tasawuf memiliki peran penting dalam mewujudkan ide-ide kehadiran dan eksistensi baik Tuhan dan semesta alam.
Lalu bagaimana dengan ketiadaan? Apakah makna ketiadaan? Apakah ketiadaan yang dapat dijelaskan berarti menunjukkan sebuah keadaan dan dapat dinyatakan sebagai ada? Manusia yang hadir dalam ruang kosmologi Ibn Arabi, hakikatnya penuh dengan ketiadaan. Sebuah konstruksi bahwa manusia adalah wujud ketiadaan.
Ketika keadaan atau hal yang dapat dinyatakan sebagai sesuatu yang ada itu dapat dijelaskan melalui rangkaian pemikiran serta kalimat, lalu bagaimana menjelaskan sebuah ketiadaan? Ketiadaan seringkali bermakna sebagai sebuah kehilangan eksistensi, hilangnya kehadiran sebuah objek, tak bermaknanya objek.
Sebuah objek tak memiliki makna bahkan tak hadir dalam rangkaian logika ataupun rabaan empirisme inderawi manusia. Ketiadaan hanya dapat difahami, atau dirasakan. Hilangnya sebuah eksistensi, yang beruwujud menjadi sebuah keheningan tanpa bisa dibentuk menjadi sebuah susunan kata atau kalimat.
Baca Juga: Bupati Cirebon: Peran Perempuan dalam Proses Percepatan Pembangunan Sangat Nyata
Tasawuf dan Pemahaman atas Ketiadaan
Ketiadaan walau begitu sulit untuk dirangkaikan setidaknya ada gapaian rasa untuk mencoba menguak tabir ketiadaan (non exsistensi). Ketiadaan ditujukan kepada manusia dan juga manusia dalam metode tasawuf, walaupun tasawuf telah secara gemilang telah melahirkan konstruksi eksistensi.
Tasawuf non eksistensi dengan konsep negativa merujuk pada sebuah ide tentang ketiadaan manusia dan semesta. Sosok hadirnya manusia dan alam semesta dalam rangkaian eksistensi yang tercipta atas kehendak Allah, sekaligus menunjukkan non eksistensi manusia dan alam semesta itu sendiri.
Artikel Terkait
Mulai Sekarang Stop Makan Tempe Goreng, Kata dr. Zaidul Akbar Bisa Sebabkan Penyakit Mematikan
Bangli di Bantaran Kali Perumahan Duta Indah Dibongkar, Kasat Pol PP Kota Bekasi Bilang Begini
Bingung Tetangga Jarang Pergi Ke Dokter, Rahasianya Cuma Makan Ini Setiap Hari
Buka Turnamen Sepak Bola U 13 di Pondok Gede, Ini Harapan Wakil Wali Kota Bekasi
41 Kandidat Lolos Seleksi Tahap II Anugerah ASN 2021, Ini Daftarnya