Koordinator LCI Ridwan Hanafi Harapkan KPU dan Bawaslu Bekerja Profesional dan Jaga Integritas

photo author
- Sabtu, 20 Januari 2024 | 07:48 WIB

SATUARAH.CO - Pemilu serentak tanggal 14 Febuari 2024, kurang dari sebulan lagi kompetisi ketiga Pasangan Calon Presiden untuk merebut elektoral pemilih.

Berbagai strategi untuk tim pemenangan diterapkan masing-masing Calon Presiden. Tentu semakin menarik perhatian masyarakat menentukan siapa pilihannya di 14 Febuari nanti nya.

Harapan publik, Pilpres kali ini lebih baik dari Pilpres sebelumnya pada 2019 lalu, yang meninggalkan sejumlah catatan hitam dalam demokrasi.

Namun harapan indah itu masih menuai kecemasan dan keraguan, hal ini bermula ketika Mahkamah konstitusi (MK) memutuskan mengabulkan permohonan terkait batas usia calon presiden dan wakil presiden yang kemudian menuai polemik atas keputusan tersebut.

Sehingga berlanjut sampai di Mahkamah Kode etik (MKMK) dan keputusan akhir sidang Kode etik menyimpulkan adanya pelanggaran yang dilakukan oleh ketua Mahkamah konstitusi saat itu (Anwar Usman).

Menanggapi permasalahan tersebut, Koordinator Laskar Cak Imin (LCI) Ridwan Hanafi mengatakan, publik seakan tertampar dan tidak percaya ada skenario besar selama ini disusun secara sistematis, hal ini membuat masyarakat semakin penasaran siapa aktor dibalik ini semua?.

Sejumlah media mulai menelusuri berbagai pihak untuk mencari sumber-sumber informasi dan kini sudah jelas kotak Pandora itu telah terbuka.

"Di sini publik sadari bahwa harapan dan perjuangan sejak 1998 tumbangkan rezim Orde Baru untuk mewujudkan negara yang demokratis, terbebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) sesuai amanat dan cita-cita Reformasi. Rakyat diuji apakah negara ini akan kembali ke tradisi seperti sebelumnya seperti masa otoritarian Orde Baru? Kita akan melawan kekuatan- kekuatan itu," kata Ridwan Hanafi kepada wartawan, Jumat (19/1/24).

Lebih lanjut, Ridwan Hanafi berharap penyelenggara pemilu yakni KPU dan Bawaslu bekerja secara profesional menjaga integritas nya dari tekanan pihak pihak tertentu, sehingga mampu membangun kepercayaan masyarakat bahwa pemilu ini berjalan jurdil, transparan dan akuntabel.

"Kemudian potensi masalah yang sering muncul dalam setiap pagelaran Pemilu adalah Netralitas birokrasi. Bawaslu mendapat amanah melakukan pengawasan dan penindakan terhadap netralitas birokrasi, sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 93 huruf f Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU 7 Tahun 2017), Bawaslu bertugas mengawasi netralitas aparatur sipil negara, netralitas anggota Tentara Nasional Indonesia, dan netralitas anggota Kepolisian Republik Indonesia," ujarnya.

Dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) mengharuskan Pegawai Negeri Sipil (PNS) sebagai bagian dari Aparatur Sipil Negara berposisi netral, bebas dari intervensi semua golongan dan partai politik.

"Salah satu penyebab tidak terhindarinya keberpihakan ASN pada peserta pemilu dan pemilihan tertentu adalah kepentingan karier. Bukan keinginan dari ASN itu sendiri, biasanya ada “politisi” yang dekat dengan kekuasaan memainkan mereka di belakang layar dengan menjanjikan kedudukan dan jabatan tertentu. Kalau kita melihat secara seksama bentuk ketidaknetralan seorang ASN, justru berasal dari pimpinan yang tidak netral, karena pimpinannya sendiri yang menggerakkan mereka untuk mendukung peserta pemilu," ungkap Ridwan.

Ketidaknetralan ASN tentunya akan sangat merugikan negara, pemerintah dan masyarakat. Karena apabila ASN tidak netral, dampak yang paling terasa adalah ASN tersebut menjadi tidak profesional dan justru target-target pemerintah di tingkat lokal maupun di tingkat nasional tidak akan tercapai dengan baik. √

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Budhie

Tags

Rekomendasi

Terkini

X