SATUARAH.CO – Dukungan masyarakat Kabupaten Bekasi terhadap Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar), untuk melantik H Akhmad Marjuki sebagai Wakil Bupati Bekasi sisa masa jabatan 2017-2022, terus mengalir.
Bukan hanya Aliansi Ormas Bekasi (AOB), yang akan menjaga dan mengawal Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) tentang pengangkatan H Akhmad Marjuki.
Gerakan Bersama Amankan Konstitusi (Gebrak) Kabupaten Bekasi juga mendukung penuh langkah Kemendagri dan Pemprov Jabar yang akan memproses kelanjutan pengisian jabatan Wakil Bupati Bekasi sisa masa jabatan 2017-2022.
“Kami sebagai masyarakat Bekasi tentunya mendukung langkah Mendagri dan Gubernur yang akan melantik Wakil Bupati Terpilih H Akhmad Marjuki. Hal itu sebelumnya sudah direfresentasikan oleh wakil kami di DPRD soal persetujuan pengesahan dan pelantikan sesuai Berita Acara Rapat Paripurna Nomor 07/BA/172.2-DPRD/VII/2021,” ujar pendiri Gebrak, Karman Supardi, dalam keterangan tertulisnya, yang diterima satuarah.co, Minggu (26/9/2021).
Menurut dia, dalam proses Pemilihan Wakil Bupati (Pilwabup) Bekasi yang telah digelar melalui Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Bekasi pada Rabu (18/3/2020), yang telah menjadi produk hukum daerah, sudah tidak ada lagi yang perlu dipermasalahkan.
Bahkan, menurut hasil kajian Gebrak, sudah ada kesamaan pemahaman dan persepsi terkait persoalan yang selama ini menjadi debatable dalam menyikapi hasil dan kelanjutan Pilwabup, baik oleh DPRD Kabupaten Bekasi, Pemprov Jabar maupun oleh Kemendagri.
“Beberapa waktu yang lalu memang sempat kita dengar jika Gubernur tidak mau mengusulkan pengesahan pengangkatan dan pelantikan ke Mendagri. Sempat kita dengar pula ada prosedur yang terlewati dalam prosesnya. Karena itu, Pak Gubernur menyarankan agar prosesnya diulang. Tapi, hari ini semua yang menjadi debatable tersebut sudah klir, sudah ada kesamaan pemahaman,” terangnya.
Masih menurut Karman Supardi, tarik-ulur soal kelanjutan hasil Pilwabup Bekasi yang sudah mengendap sekitar 18 bulan ini bukan semata-mata tentang persoalan siapa yang akan menjadi wakil bupati maupun dari mana asal usulnya.
“Ingat ya, ini bukan persoalan siapa yang jadi wakil. Substansi sesungguhnya adalah persoalan bagaimana kualitas administrasi penyelenggaraan pemerintahan dijalankan dengan baik dan benar. Selain itu, bagaimana pemerintah dapat memberikan pengakuan dan perlindungan terhadap hak-hak konstitusional setiap warganya,” tandasnya.
Lebih jauh ia menjelaskan, untuk memahami dan menemukan ada tidaknya permasalahan dalam proses Pilwabup Bekasi ini sebenarnya cukup sederhana.
Pertama, aturan yang menjadi dasar pelaksanaan Pilwabup yakni Pasal 176 ayat (1), ayat (2), dan ayat (4) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, Pasal 23 dan 24 Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018, dan Peraturan DPRD Kabupaten Bekasi Nomor 2 Tahun 2019.
Kedua, apakah yang dilaksanakan oleh DPRD Kabupaten Bekasi dan Panitia Pemilihan (Panlih) Pilwabup ada yang melenceng atau tidak dari aturan tersebut.
“Logikanya sederhana, jika melenceng dari aturan berarti ada pelanggaran. Sebaliknya, jika sesuai dengan aturan berarti tidak ada pelanggaran. Nah, pertanyaannya adalah apakah pelaksanaan Pilwabup itu sesuai atau tidak dengan aturan-aturan tersebut? Jika tidak sesuai di mananya?” tanya Karman Supardi.
Ia membenarkan, jika ada surat dari Pemprov Jabar Nomor 131/156/Pemksm tanggal 13 Maret 2020 yang ditujukan kepada Ketua DPRD Kabupaten Bekasi yang meminta agar pengisian jabatan Wakil Bupati Bekasi ditunda alias tidak dapat dilanjutkan ke tahapan pemilihan pada 18 Maret 2020 sebelum persyaratan dipenuhi sesuai Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016, PP Nomor 12 Tahun 2018, dan Peraturan DPRD Kabupaten Bekasi Nomor 2 Tahun 2019.