SATUARAH.CO - Ketua Umum Jaringan Kemandirian Nasional (JAMAN) Iwan Dwi Laksono menilai, perempuan bukan hanya pelengkap dalam pembangunan bangsa, tapi mereka adalah penggerak utama.
Menurutnya, sejarah telah mencatat peran luar biasa perempuan Indonesia, dari Kartini, Cut Nyak Dien, hingga tokoh-tokoh perempuan masa kini yang memimpin di berbagai sektor.
Namun, dia realitas hari ini menunjukkan bahwa perempuan masih menghadapi tantangan struktural, kultural, dan institusional.
Pernyataan ini disampaikan Iwan dalam puncak peringatan hari ulang tahun (HUT) atau hari Jadi ke 18 JAMAN di Gedung Perpustakaan Nasional, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Sabtu, 16 Agustus 2025.
“Partisipasi politik perempuan Indonesia masih rendah. Kita masih berada di peringkat ke-6 dari 10 negara ASEAN dalam hal representasi politik perempuan. Ini bukan sekadar angka. Ini adalah cerminan dari sistem yang belum inklusif,” kata Iwan, kepada wartawan.
Baca Juga: Kapolri Resmi Lantik Komjen Dedi Prasetyo Jadi Wakapolri
Untuk itu, kata Iwan, JAMAN berkomitmen mendorong pendidikan politik inklusif bagi perempuan.
Lalu, mengembangkan kaderisasi kepemimpinan perempuan, mewujudkan kebijakan afirmatif yang berkelanjutan, memperluas akses perempuan terhadap teknologi dan pelatihan digital, dan membangun ekosistem pemberdayaan berbasis kemitraan multipihak.
Beberapa agenda khusus memeriahkan puncak HUT ke-18 JAMAN, antara lain talk show, peluncuran JAMAN Perempuan Indonesia (JAPRI) dan hiburan kesenian persembahan JAMANers (kader JAMAN).
Talk Show bertajuk "Peran Sosial Politik Perempuan dalam Kemandirian Nasional" itu, menghadirkan penulis dan penggiat perempuan yang aktivis 1998 Lilik HS serta Sekjen Koalisi Perempuan Indonesia Mike Verawati.
Iwan lalu mengutip ungkapan R.A. Kartini dalam suratnya yang menggugah, “Bukan sekali-kali karena kami ingin menjadi orang Eropa.
"Kami ingin menjadi manusia sepenuhnya, agar kami juga berhak atas pendidikan, atas kemajuan, dan atas kebebasan berpikir.”
Menurut JAMAN, kata-kata Kartini ini bukan sekadar seruan emansipasi, tetapi juga panggilan untuk menjadikan perempuan sebagai subjek utama dalam pembangunan bangsa.
Kemandirian nasional, kata dia, tidak akan pernah utuh jika setengah dari potensi bangsa, yakni perempuan, masih dibatasi ruang geraknya oleh sistem yang patriarkal dan diskriminatif.