SATUARAH.CO - Perbedaan Hari Raya Idul Adha versi Pemerintah dan Muhammadiyah tidak lagi menimbulkan masalah di masyarakat. Hal itu dikatakan Wakil Presiden Maruf Amin di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
"Sekarang masyarakat kita sudah dewasa, sudah legawa. Jadi, kalau ada yang tidak sama, semua sudah legawa. Jadi, kalau ada yang tidak sama, toleransinya sudah tinggi. Jadi, tidak ada masalah," kata Wakil Presiden Maruf Amin, Kamis (30/6).
Berdasarkan hasil sidang isbat, Kementerian Agama (Kemenag) memutuskan Hari Raya Idul Adha atau 10 Zulhijah 1443 Hijriah jatuh pada Minggu, 10 Juli 2022.
Baca Juga: PT Antam Kunjungi Pusat Bahan Peledak EMC Dahana di Subang
Sementara itu, Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menetapkan 10 Zulhijah 1443 H pada Sabtu, 9 Juli 2022, berdasarkan hasil perhitungan wujudul hilal oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah.
"Perbedaan itu kita sudah biasa. Dalam waktu-waktu tertentu, memang dulu ketika terjadi perbedaan, terjadilah keributan di masyarakat," tandasnya.
Namun kondisi saat ini, menurutnya, masyarakat dapat memilih dengan bebas sesuai keyakinan masing-masing untuk menjalankan ibadah salat Idul Adha.
Baca Juga: 6 Bulan Menimba Ilmu di Nusakambangan, Satriya Sancaya Karyadhika Poltekip Angkatan 52 Resmi Ditutup
"Dan semua sudah pada tahu, yang ikut Muhammadiyah, ikut Muhammadiyah; yang ikut Pemerintah, ikut Pemerintah. Jadi, tidak ada masalah. Itu sudah kita bangun lama sekali supaya ada pengertian di antara semua pihak," jelasnya.
Keputusan Hari Raya Idul Adha pada Minggu (10/7/22) itu diambil berdasarkan hasil sidang isbat penentuan awal bulan Zulhijah 1443 H, yang dipimpin langsung oleh Wakil Menteri Agama Zainut Tauhid Sa'adi, dengan menyatakan 1 Zulhijah jatuh pada Jumat (1/7).
Zainut menyebutkan dari 86 titik di seluruh provinsi Indonesia, para pemantau tidak melihat hilal. Sehingga, dengan ditetapkannya 1 Zulhijah pada Jumat, maka Hari Raya Idul Adha jatuh pada Minggu (10/7/22).
Baca Juga: Serap Tenaga Kerja Lokal, 40 Perusahaan Siap Teken MoU dengan Pemkab Bekasi
Sementara itu, anggota Tim Unifikasi Kalender Hijriah Kemenag Thomas Djamaluddin memaparkan posisi hilal awal Zulhijah 1443 secara umum kurang dari 3 derajat dengan elongasi kurang dari 6,4 derajat. Kondisi seperti itu, menurutnya, tidak memenuhi kriteria masuknya bulan Zulhijah.
Saat ini, Kemenag menggunakan kriteria MABIMS atau Menteri-menteri Agama Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia, dan Singapura dalam menentukan kriteria hilal, yakni tinggi bulan minimal 3 derajat dan elongasi minimal 6,4 derajat. √
Artikel Terkait
Kasihan Ibu Hamil, Jalan Penghubung Kecamatan Tarumajaya - Babelan Rusak Parah
Tunggakan Capai Rp 600 juta, Perumda Tirta Rangga Subang Bakal Tindak Tegas Pelanggan Bandel
SC Rapimnas SMSI Rapat Bareng Pusat Sandi dan Siber TNI AD, Ini yang Dibahas
Optimalkan Pelayanan, Pemkab Bekasi Teken MoU dengan Pengadilan Agama Cikarang
Forkopimda Kota Bekasi Sepakat Bekukan Izin Holywings Forest, Ini Aturan yang Dilanggar