SATUARAH.CO - Situasi konflik yang terus berlarut-larut di Ukraina akan melahirkan perang dalam spectrum yang lebih luas, seperti Cyber Warfare.
Demikian dikatakan Direktur Paramadina Graduate School of Diplomacy Dr. phil. Shiskha Prabawaningtyas dalam webinar berjudul “Tantangan Presidensi G20 dan Konflik Rusia-Ukraina” Selasa (15/3/22).
“Oleh karenanya, peran Indonesia dalam G20 tahun ini tentu akan sangat penting jika Indonesia memainkan peran dengan percaya diri serta leadership yang baik. Ditambah lagi, Indonesia memiliki citra yang baik sebagai penyambung lidah negara-negara berkembang di antara negara-negara peserta G20,” katanya.
Acara yang diselenggarakan Paramadina Graduate School of Diplomacy (PGSD) bersama Center for Intermestic and Diplomatic Engagement (CIDE) ini juga menghadirkan narasumber lainnya yaitu Yulius Purwadi Hermawan, Ph.D. dosen Universitas Katolik Parahyangan, serta jurnalis senior The Jakarta Post dan peneliti Tenggara Strategics Endy M.Bayuni dan dimoderatori oleh Direktur CIDE Anton Aliabbas, Ph.D.
Baca Juga: Semarakan HPN 2022, Ribuan Siswa TK di Subang Ikuti Gebyar Lomba Gambar
Dikaitkan dengan Presidensi G20, Shiskha melihat bahwa Indonesia memiliki proyek-proyek ekonomi yang baik dengan Rusia dan Ukraina.
“Juga dari sisi historis Indonesia memiliki hubungan yang baik dengan Ukraina, serta dukungan hegemoni Rusia kepada Indonesia di tahun 1950-an. Sikap Indonesia dalam politik bebas aktif tentu menentang kekerasan dan juga kemerdekaan merupakan hak konstitusi sebuah negara," ujarnya.
Menurut Shiskha, jika Rusia tidak hadir, maka forum G20 tetap akan fokus dalam hal ekonomi. “Dalam forum G20 Indonesia perlu menjaga keseimbangan antara aspek ekonomi, pandemic dan perubahan iklim. Indonesia juga perlu mengantisipasi ekses konflik yang saat ini berdampak pada harga minyak dunia serta komoditas gandum yang menjadi salah satu komoditas penting nasional serta dampak sanksi ekonomi yang diberlakukan kepada Rusia akibat aksi militer di Ukraina,” ungkapnya.
Shiskha juga menekankan bahwa politik bebas dan aktif yang dianut Indonesia masih sangat relevan dalam kondisi saat ini, apalagi jika menengok ke belakang histori yang kuat antara Indonesia dengan Rusia dan Ukraina.
Baca Juga: Serap Aspirasi Warga, Anggota DPRD Jabar Ini Gelar Reses II di Desa Muara Bakti
Dalam kesempatan yang sama, Endy M. Bayuni menyatakan, perlunya Indonesia turut aktif dalam melakukan mediasi perdamaian antara Rusia dengan Amerika dan negara-negara anggota NATO seperti yang disarankan oleh DPR, karena G20 memiliki pengaruh yang cukup besar dalam kondisi ketidakpastian seperti saat ini.
“Dari sisi diplomasi, sikap Indonesia sudah cukup baik dengan tidak menyebutkan keterlibatan negara Rusia dan Ukraina, walaupun dari sisi organisasi sikap Indonesia yang ikut menyetujui resolusi Sidang Umum PBB yang mengutuk aksi militer Rusia di Ukraina ini disayangkan," tandasnya.
Endy juga memprediksi perang ekonomi kemungkinan akan muncul jika eskalasi konflik di Ukraina semakin meningkat mengingat Rusia juga negara besar yang mempunyai pengaruh dalam sistem perdagangan internasional.
“Pertemuan G20 perlu memberikan resolusi yang relevan yang berkaitan dengan konflik Rusia Ukraina karena berkaitan dengan kemungkinan krisis ke depan, apalagi konflik ini telah memicu kenaikan harga minyak, krisis energi di Eropa, dan bukan tidak mungkin krisis akibat kenaikan harga minyak dunia juga bisa menghampiri Indonesia,” tambahnya.
Baca Juga: Warga Minta Polisi dan Jaksa Tangkap Oknum Mafia Tanah di Desa Setialaksana, Cabang Bungin
Artikel Terkait
Kunjungi Legenda Pelatih Timnas Wanita, PSSI Berikan Cenderamata ke Muhardi
Peduli Warga Terdampak Covid 19, Koramil 04 Babelan Berikan Bantuan Sembako dan Masker
Hasil RUPS, Dirut PT SEA: Tahun 2021 Alami Peningkatan Rp 2,2 Miliar
MOFA dan LSM Taiwan Gelar Pekan Kesetaraan Gender
Terkesan Oleh Keberanian Firli Bahuri, Petani Lebak Minta Usut Mafia Minyak Goreng