SATUARAH.CO - Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, jutaan masyarakat Indonesia hidup bergantung dari lautan dan berprofesi sebagai nelayan.
Hasil tangkapan ikan, udang, dan seluruh biota yang ada di laut adalah sumber pendapatan yang dicari demi mendapatkan pundi-pundi penghasilan, Senin (22/4/24), saat kegiatan Sekolah Lapang Cuaca Nelayan (SLCN) di Tambak Kadilangu, Kulonprogo, DI Yogyakarta.
Kepala Badan Metorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengajak seluruh nelayan di Indonesia untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas.
Baca Juga: Menko Marves Bakal Buka Rapat WWF ke 10 di Bali Internasional Convention Center
Salah satunya, dengan memahami kondisi iklim di Indonesia juga dunia serta dampak perubahan iklim yang dapat menganggu profesi nelayan.
"Peluang terjadinya gangguan cuaca dan iklim itu semakin besar. Gangguan seperti angin kencang dan gelombang tinggi sehingga mencapai darat. Jika ada tambak atau kolam di pantai bisa tersapu maka itu akan merugikan nelayan," kata Dwikorita, Selasa (23/4/24).
Lebih lanjut, Dwikorita Karnawati mengungkapkan, gangguan cuaca tersebut perlu disadari semua pihak karena saat ini dunia telah dilanda kondisi perubahan iklim yang cukup ekstrem.
World Meteorological Organization (WMO) mencatat bahwa pada 2023 dinobatkan sebagai tahun terpanas sepanjang pengamatan instrumental.
"Anomali suhu rata-rata global mencapai 1,40 derajat celcius di atas era pra industri," ujarnya. Dalam kaitannya dengan profesi nelayan, dampak perubahan iklim dapat menjadi gangguan nyata. Seperti, meningkatnya daur hidrologi pergerakan air dan menguap menjadi gumpalan awan," kata Kepala BMKG.
Baca Juga: Tinjau Pelayanan dan Fasilitas Kesehatan di RSUD Toto Kabila Gorontalo, Ini Menurut Presiden Jokowi
Selanjutnya awan tersebut akan tertiup oleh angin ke darat dan menabrak gunung dan turun menjadi hujan.
"Tentunya, dengan perubahan iklim, maka siklus tersebut akan berlangsung lebih cepat dari yang seharusnya dan mengakibatkan bencana seperti badai tropis, angin kencang, gelombang tinggi, dan pasang air laut," ungkap Dwikorita.
Gelombang tinggi dan pasar air laut tersebut bukan tidak mungkin akan masuk ke daratan di mana lokasi tambak-tambak nelayan berada.
Dampak buruknya, masifnya pergerakan air tersebut bisa merusak seluruh tambak milik warga. Untuk itu, di tengah situasi perubahan iklim yang terjadi saat ini, Dwikorita melihat penting kiranya seluruh masyarakat-juga nelayan untuk beradaptasi.