SATUARAH.CO - Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) seharusnya menjadi titik balik: bukan sekadar perayaan seremonial, melainkan ruang kontemplasi mendalam terhadap arah moral dan martabat pendidikan kita.
Namun ironi kembali terulang, tahun ini gaung Hardiknas nyaris tenggelam oleh satu kenyataan pahit: masifnya kecurangan dalam Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK).
Di tengah sistem pengamanan digital paling mutakhir—biometrik, pelacakan lokasi, pengacak soal—kecurangan tetap lolos. Dan lebih memilukan, banyak dari itu bukan karena kecerdikan siswa, melainkan karena konspirasi diam-diam orang tua.
Baca Juga: Jaringan Judi Online Bertaraf Internasional Dibongkar, Polisi Amankan Rp 75 Miliar
Apa yang sebenarnya sedang kita wariskan kepada generasi muda? Ini bukan sekadar krisis akademik. Ini adalah gempa moral yang mengguncang akar budaya pengasuhan kita.
“Budaya parenting kita hari ini adalah bencana," kata Devie Rahmawati, Associate Professor Program Vokasi UI dalam keterangannya, Jumat (2/5/25).
Peneliti Kay Hymowitz dari Institute for Family Studies menyebut, orang tua modern begitu terobsesi pada hasil—ranking, gelar, seleksi masuk PTN—hingga lupa bahwa pendidikan sejati adalah tentang karakter dan kejujuran.
Anak-anak didorong untuk menang, bukan untuk benar. Mereka diajarkan cerdas, bukan jujur.
Penelitian dari University of Southern Queensland (2023) bahkan menunjukkan dampak nyata dari pola asuh seperti ini: kecemasan, manipulasi, hingga fleksibilitas etika pada remaja.
Baca Juga: Bersama KH Ma'ruf Amin, Wali Kota Bekasi Hadiri Halal Bihalal PCNU
“Ada korelasi kuat antara gaya pengasuhan permisif dan berkembangnya perilaku tidak jujur di kalangan remaja," ujar Devie, penulis buku Communication Technology and Society: Exploring The Multicultural and Digital World.
"Bencana ini bukan hanya milik Indonesia. Studi Pew Research Center (2024) mencatat bahwa 77% orang tua di AS mengakui mereka membesarkan anak dengan cara yang jauh berbeda dari generasi sebelumnya. Nilai-nilai seperti kerja keras, hormat, dan kejujuran mulai digantikan ambisi, kecepatan, dan pencitraan. Lebih dari 60% orang tua bahkan menyatakan anak-anak kini tumbuh menjadi lebih tidak jujur, tidak hormat, dan malas dibanding generasi mereka dulu.Tsunami perubahan ini menghantam lintas benua. Dan gelombangnya dimulai dari rumah,” tegas Devie, peneliti Kecanduan Game Online.
Dalam makalah Dishonesty: From Parents to Children (2019), ditemukan bahwa anak-anak belajar kebohongan pertama mereka bukan dari media sosial atau teman sebaya, melainkan dari orang tuanya sendiri.
Ketika seorang ayah memaksa anak belajar keras, tapi diam-diam membayar joki UTBK; ketika ibu mengeluh anak tidak sopan, padahal ia sendiri memaki guru di depan anak—nilai apa yang sedang mereka tanam?.