SATUARAH.CO – Pengamat Politik Universitas Islam 45 Bekasi, Harun Alrasyid mengatakan, langkah mengajukan gugatan merupakan upaya yang positif dan menjadi hak setiap orang untuk mempertanyakan hal yang dianggapnya tidak sesuai.
”Apa yang dilakukan Bu Tuti (Nurcholifah Yasin) mekanismenya memang sudah diatur dalam hukum kita. Kalau dinilai ada yang tidak sesuai secara hukum lebih baik diajukan ke pengadilan. Karena jika dibawa ke ranah politik tidak menyelesaikan masalah justru malah menambah masalah, jadi lebih baik ke jalur hukum,” katanya kepada wartawan, Jumat (31/12/2021).
Dia menyebut gugatan hukum ini menjadi preseden baik dalam demokrasi politik di Kabupaten Bekasi. ”Jadi dari pada tidak setuju lalu ramai-ramai mengerahkan massa ke jalan, lebih baik melalui jalur hukum,” ucapnya.
Baca Juga: Sah, Majelis Hakim Tetapkan Akhmad Marjuki Tergugat Intervensi Sengketa Pilwabup Bekasi
Persoalan ini, kata dia, kini berada pada tanggung jawab Kemendagri sebab inkonsistensi mereka turut memicu permasalahan baru pada proses pengangkatannya.
Di sisi lain alasan inkonsistensi ini tidak pernah disampaikan ke publik padahal apa yang dilakukan Kemendagri merupakan kebijakan publik yang efeknya dirasakan publik.
Harun menyatakan gugatan PTUN tersebut secara tidak langsung dapat menjawab keingintahuan publik tentang apa sebenarnya yang terjadi pada proses pemilihan ini. Publik berharap dan berhak mengetahui apa yang terjadi.
Baca Juga: Di Malam Pergantian Tahun, Lurah Kebalen Kunjungi Warga, Ini Pengakuan Ketua RT 02 RW 06
Baca Juga: Polri Ditempatkan di Bawah Kementerian, Begini Penjelasan Gubernur Lemhannas
Dilansir dari laman SIPPPTUN-Jakarta.go.idAkhmad Marjuki diketahui pernah mengajukan permohonan fiktif positif ke PTUN Jakarta dengan nomor perkara 13/P/FP/2020/PTUN.JKT.
Petitum atau maksud pengajuan yang dimohon Marjuki kala itu agar Mendagri selaku termohon bersedia menetapkan keputusan pengangkatan pemohon sebagai Wakil Bupati Bekasi sisa masa jabatan 2017-2022 sebagaimana hasil pemilihan DPRD Kabupaten Bekasi pada 18 Maret 2020.
PTUN Jakarta dalam amar putusan yang dikeluarkan pada 6 Oktober 2020 menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima dengan sumber hukum berdasarkan peraturan perundang-undangan serta menghukum pemohon (Akhmad Marjuki) membayar perkara sebesar Rp371.000. √