SATUARAH.CO – Villa dan sanggar seni yang dikenal dengan Studio Zoom 8 di Kampung Tapos, Desa Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor, di pagar dan dipasangi kawat berduri oleh pihak lain yang diduga oknum preman bayaran.
Padahal, villa dan sanggar seni milik Hendri Yuliansyah yang berdiri di atas tanah seluas 8.800 M2 itu, telah memperoleh izin dari Pemerintah Kabupaten Bogor melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Bogor Nomor: 591.2/002/00841/BPT/2013 tentang pemberian izin peruntukan penggunaan tanah.
Dampak dipagarnya villa dan sanggar seni dengan kawat berduri, kini aktivitas di Studio Zoom 8 terhenti, karena tidak bisa dilalui. Baik oleh para tamu maupun pemilik villa dan sanggar seni tersebut. Selain di pagar dengan kawat berduri, setiap pintu masuk juga digembok.
“Menurut informasi, pemagaran Studio Zoom 8 itu dilakukan pada 7-9 Mei 2021 yang diduga dilakukan oleh oknum preman bayaran pengembang,” kata Martin Iskandar, kuasa hukum Hendri Yuliansyah kepada satuarah.co di kantornya, Sabtu (2/10/2021).
Baca Juga; Guru dan Warga Perumahan BCL Tolak Pembangunan SDN Waluya 3, Ini Alasannya
Martin Iskandar mengungkapkan, selain bangunan villa dan sanggar seni itu telah memperoleh izin dari Pemerintah Kabupaten Bogor, kliennya juga sudah melaksanakan kewajibannya dengan membayar retribusi mendirikan bangunan gedung (IMBG) sebesar Rp63.173.000 dengan bukti SKRD Nomor: 0308041 tertanggal 14 Agustus 2014.
Namun anehnya, lanjut Martin Iskandar, tanah yang dibeli oleh Hendri Yuliansyah ternyata tidak bisa dibuatkan sertifikat. Alasannya, karena di atas tanah milik Hendri Yuliansyah (pemohon), menurut keterangan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Bogor, sudah terbit SHGB Nomor: 1345 tahun 2003 dan SHGB Nomor: 1602 tahun 2009 atas nama PT Sentul City.
Akan tetapi, menurut Martin Iskandar, berdasarkan keterangan dari masyarakat sekitar dan keterangan dari penjual tanah, mereka tidak pernah melepaskan hak atas tanahnya kepada pihak lain, apalagi kepada pihak Sentul City.
“Masyarakat sekitar pemilik tanah tersebut hanya menjual kepada klien kami (Hendri Yuliansyah). Hal ini membuktikan adanya kejanggalan dari SHGB yang dimiliki PT Sentul City dan menguatkan adanya dugaan praktik mafia tanah di wilayah tersebut,” tegasnya.
Baca Juga; Manjakan Warganya, Camat Cikutra Tetap Buka Layanan Kependudukan di Hari Libur
Martin Iskandar menceritakan, berbagai upaya telah dilakukan melalui musyawarah mufakat oleh Hendri Yuliansyah dengan pihak PT Sentul City. Namun, dari upaya dimaksud tidak tercapai suatu kesepakatan sehingga pihak-pihak yang berkepentingan dalam permasalahan tersebut menempuh jalur hukum melalui pengadilan untuk mencari kepastian hukumnya.
“Klien kami telah mengirimkan surat somasi (peringatan) kepada para penjual tanah di lahan tersebut guna mempertanggungjawabkan tentang status tanah yang saat ini menjadi sengketa tanah,” ujarnya.
Untuk itu, lanjut Martin Iskandar, para penjual tanah, yakni H. To’ib, H. Jalaludin, dan Hj. Romlah melalui kuasa hukumnya saat itu mengajukan gugatan untuk mengetahui status tanah tersebut ke Pengadilan Cibinong sampai ke Mahkamah Agung.
“Akan tetapi, gugatan yang diajukan oleh para penjual tanah tersebut, ‘mentah’ oleh palu Majelis Hakim Yang Mulai,” tukas pengacara dari Lembaga Bantuan Hukum “Sosio Legal” ini.