BACA JUGA; Dilantik Jokowi di Istana, Anak Bandung Ini Resmi Jabat Panglima TNI
Ketujuh, Islam yang diusulkan oleh Ki Bagus menjadi dasar negara, paling sedikit mengandung nilai-nilai yang: (1) Mengajarkan persatuan atas dasar persaudaraan yang kukuh, (2) Mementingkan perekonomian dan mengatur pertahanan negara, (3) Membangun pemerintahan yang adil dan menegakkan keadilan, (4) Tidak bertentangan, bahkan sangat sesuai dengan kebangsaan kita, dan (5) Membentuk potensi kebangsaan lahir dan batin serta menabur semangat kemerdekaan yang menyala-nyala.
Kedelapan, tidak berjalannya hukum Islam di Indonesia bukan karena tidak sempurna dan tidak sesuai dengan tempat dan masa, akan tetapi karena dihalang-halangi dan kalau mungkin dihapuskan.
“Bung Karno sangat mengapresiasi pidato Ki Bagus ini dalam Pidato Bung Karno 1 Juni itu Bung Karno menyebut 10 kali nama Ki Bagus, ” ungkap Lukman Hakiem. Artinya, Bung Karno sangat terkesan dengan Pidato Ki Bagus ini.
Dilanjutkan Lukman, pada 18 Agustus 1945, rumusan Ketuhanan dengan kewajiban melaksanakan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa” sesuai usulan Ki Bagus.
BACA JUGA; Idap Kanker Langka, Artis Ramai-ramai Doakan Ari Lasso
Kala itu Ki Bagus ditanya oleh Prawoto Mangkusasmito mengenai arti Ketuhanan Yang Maha Esa, Ki Bagus menjawab singkat: “Tauhid”.
Pada rapat sesudah bernegosiasi pada 18 Agustus 1945, Ki Bagus meminta supaya kalimat “menurut dasar” di antara “Ketuhanan Yang Maha Esa” dengan “kemanusiaan yang adil dan beradab”, dihapus.
Peran penting Ki Bagus dalam pembentukan negara ini rasanya tak elok bila dilupakan. Bagaimana Ki Bagus dapat menemukan frasa tauhid yang saat itu membuat orang sepakat dengan usulan darinya. √