politik

Ridwan Hanafi: Politik Identitas Berpotensi Hasilkan Pemimpin Korup

Sabtu, 21 September 2024 | 11:00 WIB
Ridwan Hanafi

SATUARAH.CO - Praktisi hukum dan pemerhati demokrasi Ridwan Hanafi menilai, penggunaan politik identitas dalam Pilkada berpotensi menghasilkan pemimpin yang korup. Menurutnya, politik identitas tidak menunjukkan kemampuan kepemimpinan yang sebenarnya.


Dikatakan Ridwan Hanafi, politik identitas hanya akan memunculkan polarisasi yang tajam dan isu-isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan) yang bisa menimbulkan perpecahan.

"Hal ini pernah terjadi di Maluku Utara dan membuktikan bahwa politik identitas tidak menciptakan pemimpin yang kompeten, tetapi justru memperparah perpecahan,” tegas Ridwan, kepada wartawan, Sabtu (21/9/24).

Ridwan Hanafi berpandangan bahwa Sumpah Pemuda adalah bentuk politik identitas adalah keliru dan tidak berdasar. Sumpah Pemuda dimaksudkan untuk menyatukan bangsa, bukan untuk memecah belah.

Baca Juga: Pengen Bikin SKCK PPG? Datang Aja ke Gedung Promoter Polres Metro Bekasi: Pelayanan Cepat Lho!!

Dia juga mengkritik pandangan yang meromantisasi politik identitas dalam konteks Pilkada sebagai bentuk kebanggaan identitas lokal, padahal kenyataannya praktik tersebut sering disalahgunakan.

Pernyataan Ridwan Hanafi ini kontras dengan pendapat Basri Salama, seorang bakal calon Wakil Gubernur (Cawagub) Maluku Utara, yang mengatakan bahwa politik identitas bukan sesuatu yang buruk. Dalam diskusi publik bertema "Pilkada dan Wajah Maluku Utara", di Kota Ternate pada Sabtu (14/9/24) lalu.

Basri menegaskan, politik identitas merupakan ciri khas bangsa Indonesia. Basri mencontohkan Sumpah Pemuda sebagai wujud persatuan dari berbagai suku yang ada di Indonesia, seperti Jong Java, Jong Sumatera, dan Jong Ambon.

Menurut Basri, narasi politik identitas dalam Pilkada adalah bagian dari hak setiap orang dan tidak perlu dianggap sebagai ancaman terhadap persatuan bangsa.

“Kita harus memahami politik identitas sebagai bagian dari demokrasi kita yang menganut prinsip ‘one man, one vote’. Jika ada orang yang menentukan pilihannya berdasarkan agama atau suku, itu adalah hak mereka,” ujarnya.

Baca Juga: Resmi Diperpanjang, R Gani Muhamad Kembali Jabat Pj Wali Kota Bekasi

Namun, Ridwan Hanafi mengingatkan, penggunaan politik identitas bisa menutup ruang kompetisi yang sehat dalam memilih pemimpin.

“Ketika politik identitas dimainkan, kompetensi dan rekam jejak seorang kandidat sering kali diabaikan. Ini berbahaya bagi demokrasi karena hanya menonjolkan perbedaan daripada gagasan dan program yang bisa membawa perubahan positif,” tambah Ridwan.

Kasus korupsi yang menjerat mantan Gubernur Maluku Utara menjadi contoh nyata bagaimana politik identitas dapat menjadi bumerang.

Halaman:

Tags

Terkini