Terkait dengan hal tersebut, Jaksa Agung mengatakan penegakan hukum dengan pendekatan restorative justice yang dilakukan oleh Kejaksaan, memiliki ciri khas yang merupakan pengembangan dari konsep restorative justice itu sendiri dengan tujuan mewadahi nilai rehabilitatif dan memperbaiki pelaku kejahatan.
Baca Juga: Bakal Evaluasi PKS Revitalisasi Pasar Kranji Baru, Ini Kata Plt Kepala Disperindag Kota Bekasi
“Pendekatan keadilan restoratif yang dilaksanakan oleh Kejaksaan menyeimbangkan kepentingan pemulihan keadaan korban, dan juga memperbaiki diri pelaku yang hasilnya mampu mewujudkan keadilan, serta memperbaiki keadaan masing-masing pihak, sehingga sejalan dengan rasa keadilan masyarakat dan tidak lagi ditemukan penegakan hukum yang tidak berkemanfaatan,” ujar Jaksa Agung.
Dalam rangka mengupayakan pelaksanaan keadilan restoratif, setidaknya Kejaksaan telah mengeluarkan beberapa kebijakan antara lain:
Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif. Ketentuan ini sebagai bentuk diskresi penuntutan ini diharapkan dapat digunakan Jaksa untuk melihat dan menyeimbangkan antara aturan yang berlaku dengan asas kemanfaatan yang hendak dicapai.
Selanjutnya, sebagai bentuk tindak lanjut pelibatan unsur masyarakat, dalam setiap upaya perdamaian penyelesaian perkara dengan melibatkan pihak korban, tersangka, tokoh atau perwakilan masyarakat, dan pihak lain maka dibentuklah wadah Rumah Restorative Justice atau Rumah RJ.
Rumah RJ akan berfungsi sebagai wadah untuk menyerap nilai-nilai kearifan lokal, serta menghidupkan kembali peran serta tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat untuk bersama-sama dengan Jaksa dalam proses penyelesaian perkara yang berorientasikan pada perwujudan keadilan subtantif.
Pedoman Kejaksaan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Pidana. Pedoman ini sebagai panduan bagi Jaksa dalam menangani perkara pidana yang melibatkan perempuan dan anak, sekaligus mengoptimalisasi pemenuhan akses keadilan bagi perempuan dan anak yang berhadapan dengan hukum terlebih lagi sebagai korban tindak pidana.
Pedoman ini juga merupakan terobosan Kejaksaan dalam menjawab persoalan hukum, atas teknis pelaksanaan beberapa peraturan perundang-undangan yang ada seperti: hambatan prosedur pembuktian kasus, kerancuan dalam menentukan posisi korban dan pelaku, hambatan koordinasi dengan pihak lain terkait dan hambatan SDM Jaksa atau Penuntut Umum yang belum memiliki perspektif gender dan anak.
Pedoman Nomor 18 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Penanganan Perkara Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika Melalui Rehabilitasi Dengan Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Pelaksanaan Asas Dominus Litis Jaksa.
Pedoman ini sebagai regulasi pendekatan keadilan restoratif dalam penyelesaian perkara penyalahgunaan narkotika dalam upaya mengobati para pecandu dan penyalahguna narkotika yang dianggap sebagai korban dari penyalahgunaan narkotika itu sendiri.
Mengenai acara The 2nd International Conference On Law and Society 2022 Fakultas Hukum Universitas Jember, Jaksa Agung menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan contoh kolaborasi yang baik antara dunia akademik dan dunia praktik dalam skala internasional yang dilaksanakan dalam bentuk konferensi akademik internasional dengan membahas substansi perkembangan hukum dan ilmu hukum yang bersifat komprehensif dan kekinian.
Jaksa Agung berharap bahwa acara seperti ini dapat terus digalakkan sekaligus sebagai suatu bentuk pengejawantahan Tri Dharma Perguruan Tinggi untuk turut berperan dan terlibat dalam pembangunan dan pengembangan hukum di indonesia dan global.
Acara dihadiri oleh Rektor Universitas Jember, Dekan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Mr. Masahiro Suzuki, Ph.D. selaku pembicara dari Central Queensland University, Australia, Mr. Dr. Duc Quang Ly, selaku pembicara dari Thammasat University, Thailand, I Gede Widhiana Suarda, Ph.D selaku pembicara dari Universitas Jember, Indonesia, dan seluruh mahasiswa dan civitas akademika Universitas Jember. √