SATUARAH.CO - Publik tengah ramai membicarakan perihal reformasi Polri. Terutama mengenai apakah Polri tetap berada di bawah kekuasaan Presiden langsung atau berada di bawah Kementerian.
Menurut Koordinator Eksekutif Jaringan Aktivis Kemanusiaan Internasional (JAKI) Yudi Syamhudi Suyuti, masalah reformasi Kepolisian sebenarnya bukan saja dibahas di masyarakat Indonesia saja, tapi juga di sebagian besar masyarakat dunia.
Baik itu di Amerika Serikat, Eropa hingga masyarakat di wilayah Asia.
Namun, dari pembahasan menyangkut reformasi Kepolisian, yang banyak dibahas adalah bukan posisi lembaga Kepolisian berada di bawah Presiden atau di bawah Kementerian.
"Melainkan justru bagaimana Kepolisian mampu bertindak sebagai alat negara untuk kepentingan sebesar-besarnya keamanan warga negara dan bagian dari sistem peradilan pidana dalam pencegahan dan penegakan hukum masalah-masalah pemidanaan," kata Yudi dalam keterangan tertulis, Kamis (6/1/22).
Baca Juga: Melawan Karena Merasa Difitnah, Ferdinand Hutahaean akan Laporkan Balik Ketum KNPI
Hal ini, lanjut Yudi, berkaitan dengan bagaimana Polri mampu menjunjung tinggi prinsip-prinsip supremasi keadilan dan kemanusiaan dalam sistem rule of law (supremasi hukum), yang menjadi basis penataan masyarakat.
Hal ini tentu menurutnya, tidak terlepas dengan sistem demokrasi yang terus berkembang. Termasuk berkembangnya teknologi informasi media sosial yang mendorong lahirnya kekuatan kelima demokrasi, yaitu kekuatan rakyat.
Kekuatan kelima demokrasi ini merupakan perkembangan empat kekuatan demokrasi sebelumnya, yang terdiri dari kekuatan eksekutif, legislatif, yudikatif dan media massa.
"Polri harus mampu beradaptasi dengan perkembangan ini yang nantinya, rakyat, warga negara akan memiliki kekuatan formal, seperti yang telah diterapkan di Eropa melalui ECI (European Citizen Initiative) dan juga sedang diperjuangkan untuk diterapkan di lembaga global PBB sebagai UNWCI (UN World Citizen Initiative)," papar Yudi.
Baca Juga: Dikonfirmasi Kasus Denny Siregar, Begini Jawaban Polda Metro
Saat ini, tambah Yudi, Polri pada prinsipnya telah memulai proses reformasi sejak pimpinan lembaga tersebut dikomandoi Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Ini, kata dia menjadi penting untuk diamati, karena dalam segi kepemimpinan Kapolri Sigit menjadi berbeda dengan tradisi kepemimpinan Kapolri sebelum-sebelumnya.
"Kapolri saat ini bisa dikatakan lebih memaksimalkan lembaganya sebagai lembaga yang bersifat kemasyarakatan (civilian police). Meskipun Kapolri baru ini kita akui tidak mudah untuk menggerakkan perubahan di tubuh institusi Kepolisian yang dipimpinnya, namun proses perubahan telah dimulai dengan pendekatan kultural. Di mana kepemimpinan menjadi arus utama dalam proses perubahan Polri beserta instrumen-instrumen di dalamnya," ujarnya.
Yudi menuturkan, ada beberapa hal yang Kapolri Sigit lakukan adalah menyangkut reformasi organisasi dalam hal perubahan perilaku. Dari mulai membuka diri untuk menerima kritik, melakukan tindakan-tindakan tegas pada anggota yang melanggar aturan dan mempermudah proses pelaporan masyarakat.