SATUARAH.CO - Tokoh muda NU Indonesia Timur Abdul Hamid Rahayaan berpandangan, NU sebagai organisasi kemasyarakatan terbesar di Indonesia memiliki tanggungjawab besar terhadap keutuhan serta keberlangsungan bangsa dan negara.
Peran strategis itulah yang harus terus dirawat oleh kader NU di seluruh Indonesia.
"Karena itu secara kelembagaan NU harus tetap solid dan bebas dari berbagai kepentingan politik," kata Hamid kepada awak media di Jakarta, Jumat (29/10/21).
BACA JUGA: Gegara Raih Medali Terbanyak di PON Papua, Fadlan Boyong Ini dari Bandung
Hamid menambahkan, momentum Muktamar NU ke-34 yang akan berlangsung di Provinsi Lampung menuai dinamika internal yang sangat luar biasa, aroma saling jegal antar sesama kader NU begitu mengemuka.
"Tentu, situasi ini sangat riskan terhadap keutuhan NU di masa mendatang yang diharapkan bisa menjadi garda terdepan dalam menjaga keutuhan bangsa dan negara," ujar penasehat pribadi Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj.
Dikatakan Hamid, yang nampak dari persaingan antar kandidat lebih kepada kepentingan jangka pendek orang perorang dan juga kelompok, bukan pada kemaslahatan warga Nahdiyin dan masyarakat Indonesia secara umum.
BACA JUGA: C Bhagasasi Varietas Padi Baru yang Ditemukan Petani Pebayuran, Aki Kebun: Pemkab Bekasi Gak Ngeh
"Mestinya bagaimana menguatkan NU secara kelembagaan," ungkap Hamid.
Dikatakan, dari kedua nama yang santer beredar sebagai calon kuat Ketua Umum PBNU yakni KH. Said Aqil Siroj dan Gus Yahya.
Menurutnya, keduanya memiliki latar belakang organisasi yang berada, Said Agil adalah alumni PMII sementara Gus Yahya alumni HMI, perbedaan ini bisa memicu polarisasi yang tajam antar pengikut karena cenderung mengedepankan ego sektoral berdasarkan latar belakang organisasi.
BACA JUGA: Jika Muktamar NU Gaduh, Inilah Tawaran Solusi Terbaik
Sementara itu, Hamid mengungkapkan, masing-masing pendukung dari kedua kandidat hadir dengan motif politik berbeda dalam rangka mencapai kepentingan jangka pendek yang itu bisa merusak marwah NU sebagai ormas Islam terbesar di Indonesia.
"Bila hal ini terus dibiarkan hingga pelaksanaan Muktamar ke-34, maka dikhawatirkan akan terjadi perpecahan yang berdampak terhadap keutuhan jam'iyah Nahdlatul Ulama. Karenanya bagi pimpinan wilayah dan cabang NU di seluruh Indonesia agar kehadirannya di arena muktamar tidak sekedar memberikan suara kepada salah satu calon Ketua Umum, tapi yang lebih terpenting adalah memperhatikan dengan sungguh-sungguh keberlangsungan dan keberlanjutan jam'iyah Nahdlatul Ulama," tandas Hamid.