Karena itu, Indonesia dapat mempertahankan nama Komisi ASN atau memilih nomenklatur lain,
“Sepanjang lembaga tersebut diperkuat secara kelembagaan dan anggotanya ditetapkan sebagai Pejabat Negara dengan kedudukan setingkat menteri. Status ini diperlukan agar lembaga benar-benar independen dan tidak dapat diintervensi oleh kepentingan politik,” tegasnya.
Ia pun menyebut, fungsi lembaga independen diarahkan untuk menjaga profesionalisme ASN, melindungi netralitas aparatur, mencegah konflik kepentingan, serta memutus mata rantai kolusi dan nepotisme.
Lembaga tersebut juga harus memberikan perlindungan terhadap ASN dari tekanan politik maupun upaya-upaya yang berpotensi merusak integritas karier ASN.
“Lembaga ini harus menjadi benteng moral sekaligus administratif bagi ASN agar mereka dapat bekerja objektif, adaptif, dan berintegritas,” ungkapnya.
Terkait tugas, Agung menjelaskan, lembaga pengawas merit idealnya diberikan kewenangan penuh dalam mengawasi keseluruhan siklus manajemen ASN.
Ini mencakup pengawasan rekrutmen berbasis kompetensi, penempatan jabatan yang objektif, penegakan kode etik, mediasi dan penyelesaian sengketa ASN yang berdampak hukum langsung, serta pengawasan penerapan nilai dasar ASN.
“Untuk menjalankan tugas tersebut, lembaga harus memiliki hak akses penuh terhadap data perekrutan, data manajemen talenta, rekam jejak jabatan, rekam jejak integritas, serta catatan perilaku ASN," jelasnya.
Ia juga menekankan pentingnya kewenangan substantif. Lembaga independen, harus mampu memberikan rekomendasi atau keputusan yang mengikat dan wajib ditindaklanjuti, menentukan keabsahan proses seleksi dan pengangkatan jabatan, serta menetapkan sanksi administratif bagi pejabat atau ASN yang tidak mematuhi ketentuan, lembaga harus dapat meminta dokumen, memanggil pihak terkait dengan daya paksa, dan meminta dukungan APIP, atasan instansi, kementerian pembina, atau aparat keamanan agar proses penyelesaian masalah berjalan efektif.
“Pentingnya kewenangan lembaga dalam mengatur penunjukkan provider seleksi jabatan, yang selama ini ditentukan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK). Seharusnya, lembaga independen perlu memiliki otoritas untuk menetapkan dan menunjuk lembaga asesor kompetensi serta menunjuk Panitia Seleksi (Pansel) yang kapabel dan independent, termasuk hasil assessment, rekam jejak, dan data talenta wajib diverifikasi oleh lembaga independen sebelum mengusulkan tiga kandidat terbaik kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK),” urainya.
Ia menambahkan bahwa dalam kondisi tertentu lembaga dapat diskresi menggunakan data assessment atau rekam jejak terdahulu jika valid, dengan atau tanpa pertimbangan legislatif atau masyarakat, sehingga seleksi ulang tidak selalu diperlukan.
Terkait pembiayaan, Agung menjelaskan bahwa pelaksanaan pengadaan teknis dapat dilakukan lembaga independen dengan anggaran yang bersumber dari kementerian/lembaga, sesuai mekanisme APBN.
“Anggaran khusus untuk fungsi pengawasan, monitoring, penilaian, tindakan korektif, serta digitalisasi layanan konsultasi, pengaduan, pelaporan netralitas ASN, dan permohonan seleksi jabatan harus disiapkan secara memadai agar independensi operasional terjamin,” tambahnya.
Dalam penjelasannya, Agung menegaskan bahwa desain lembaga pengawas merit yang kuat dan independen sepenuhnya sejalan dengan Asta Cita Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran.
Ia menyoroti Asta Cita Ke-4 tentang penguatan pembangunan SDM, serta Asta Cita Ke-7 mengenai reformasi politik, hukum, dan birokrasi serta penguatan “pencegahan” korupsi, sebagai pijakan strategis bagi pembentukan lembaga pengawas merit yang efektif.
“Birokrasi profesional dan sistem merit yang objektif adalah prasyarat utama untuk mencapai SDM unggul dan mencegah korupsi dari hulunya,” katanya.