Delapan Fokus Kerja Sama Internasional Kejaksaan
Merujuk pada dokumen perencanaan jangka panjang dan menengah, Kejaksaan menawarkan delapan agenda prioritas yang dapat dijajaki bersama para mitra internasional:
Penguatan kerja sama G to G (Government to Government) melalui inisiasi MoU antara Kejaksaan RI dan institusi sejenis di negara donor.
Pengembangan Advocaat Generaal, dengan mempelajari peran Solicitor General pada negara-negara common law untuk memperkuat fungsi Jaksa Pengacara Negara.
Akses keadilan dan perlindungan kelompok rentan, termasuk pengembangan regulasi restitusi dan kebijakan ramah disabilitas, serta kajian praktik keadilan restoratif.
Peningkatan kualitas SDM Kejaksaan melalui pelatihan hukum, pertukaran jaksa, serta pendidikan pengembangan hukum internasional.
Pemanfaatan Artificial Intelligence dalam proses penegakan hukum, terutama pada tahap penuntutan, sesuai agenda transformasi digital RPJMN 2025–2029.
Baca Juga: Jampidum Setujui Tujuh Perkara Restorative Justice
Pemulihan aset, melalui kajian, lokakarya, dan pertukaran pengalaman guna mendukung beroperasinya Badan Pemulihan Aset dan posisi Indonesia di FATF.
Penegakan hukum lingkungan, sebagai upaya menjaga ekosistem nasional dan peran Indonesia sebagai paru-paru dunia.
Kajian penegakan hukum ekonomi dan mekanisme Deferred Prosecution Agreement (DPA) sesuai praktik negara donor dan pengaturan baru dalam KUHAP.
Komitmen Kejaksaan dalam Kerja Sama Strategis
Menutup pidatonya, Prof. Narendra menyampaikan apresiasi kepada seluruh negara dan lembaga yang hadir, serta menegaskan kesiapan Kejaksaan untuk memperluas ruang kerja sama.
“Mari kita bekerja sama memperkuat dukungan donor di Indonesia, karena terdapat banyak potensi kolaborasi yang dapat digarap bersama,” ujarnya.
Dengan terlaksananya Donor’s Meeting 2025 ini, Kejaksaan menegaskan komitmen memperkuat peran sebagai lembaga penegak hukum yang modern, adaptif, dan terbuka terhadap kemitraan internasional. √