Data dan AI
Pada sesi akhir kegiatan, Zarman Syah tampil sebagai pemateri penutup dengan makalah berjudul “Jurnalisme Data dan Transformasi Komunikasi Publik di Era Digital.”
Ia menegaskan, tantangan terbesar komunikasi publik saat ini bukan sekadar kecepatan, melainkan keakuratan dan kejujuran data di tengah derasnya arus informasi.
"AI dan jurnalisme data membantu kita memilah fakta dari hoaks. Dengan data yang benar, komunikasi publik bukan menimbulkan kepanikan, tapi menumbuhkan kepercayaan,” jelasnya.
Menurut Zarman, prinsip jurnalisme data tidak hanya relevan bagi wartawan, tapi juga aparatur pemerintah dalam mengelola krisis informasi.
"Kita bisa belajar dari pers: setiap pernyataan publik harus diuji dengan data, disampaikan dengan empati, dan dijaga dengan integritas,” tambahnya.
Literasi Media
Menambahkan pandangan dari sisi praktis, Humas PWI Pusat, Achmad Rizal menyampaikan, komunikasi publik di lembaga pemerintah membutuhkan pemahaman literasi media.
Ia menilai kemampuan atas literasi jelas penting, agar petugas Lapas mampu menghadapi pemberitaan dan opini publik secara proporsional.
"Petugas Lapas sering menjadi garda depan menghadapi opini publik. Karena itu, literasi media bukan sekadar pelengkap, tapi kebutuhan,” kata Rizal.
Baca Juga: Brimob Polda Metro Jaya Gerak Cepat Tangani Longsor di TPU Jeruk Purut
Kolaborasi Multiunsur
Selain dari PWI, hadir pula narasumber dari organisasi pers nasional lain dan dosen komunikasi dari berbagai perguruan tinggi, yang menyorot pentingnya kerja sama lintas sektor dalam membangun sistem komunikasi publik yang tangguh.
Para akademisi menilai, Pasopati menjadi tonggak reformasi komunikasi lembaga publik di Indonesia - bukan hanya sebagai protokol krisis, tetapi juga sebagai model kolaborasi antara pemerintah dan pers.
"Krisis informasi hanya bisa diredam bila pemerintah dan media berbicara dengan bahasa yang sama: bahasa fakta,” kata salah satu akademisi yang hadir pada forum itu.