SATUARAH.CO- Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memegang peranan krusial dalam memberikan peringatan dini cuaca ekstrem di Indonesia. Data yang terkumpul dianalisis oleh para ahli meteorologi untuk mengidentifikasi potensi terjadinya cuaca ekstrem seperti hujan lebat, angin kencang, dan gelombang tinggi, Sabtu (22/3/25).
Plt Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menjelaskan, dalam memberikan informasi peringatan dini cuaca ekstrem, BMKG bekerja selama 24 jam non-stop. Setiap informasi yang dihadirkan melewati serangkaian proses ilmiah dan dikerjakan dengan teliti untuk mencapai keakuratan data maksimal.
"BMKG secara terus menerus memantau kondisi atmosfer laut dan daratan menggunakan berbagai peralatan canggih seperti radar cuaca, satelit, dan stasiun pengamatan,” kata Dwikorita, saat peringatan World Meteorological Day atau Hari Meteorologi Dunia (HMD) ke-75, Minggu (24/3/25).
Adapun tema Internasional HMD ke-75 adalah Closing The Early Warning Gap Together dan diperingati pada tanggal 23 Maret setiap tahunnya.
Tema tersebut, menurut Dwikorita harus direfleksikan dengan sungguh-sungguh untuk seluruh umat manusia di dunia—termasuk Indonesia–sebagai salah satu negeri rawan bencana di sepanjang tahun.
Baca Juga: Menhub Apresiasi Operasi Ketupat Disiapkan Korlantas dengan Matang
Lebih lanjut, Dwikorita mengatakan, BMKG mencatat, data fenomena cuaca ekstrem di Indonesia per 1 Januari-17 Maret 2025 jumlahnya mencapai 1.891 kejadian.
Dengan rincian, puting beliung 43, angin kencang 400, hujan lebat 1.182, petir 55, dan hujan es 11 kejadian.
Adapun dampak yang ditimbulkan dari cuaca ekstrem tersebut sampai hari ini telah mengakibatkan banjir sebanyak 721, pohon tumbang 371, tanah longsor 374, bangunan rusak 553, dan gangguan transportasi sebanyak 567.
"Di sisi lain, akibat cuaca ekstrem tersebut jumlah korban jiwa/luka mencapai 115 orang dan ribuan orang lainnya terdampak," ujarnya.
Terbaru, pada awal Maret 2025, masyarakat di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Banten (Jabodetabek) baru saja mengalami bencana kebanjiran akibat hujan lebat.
Data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat sebanyak lebih dari 37 ribu kepala keluarga terdampak banjir di Jabodetabek.
"Hasil analisis BMKG, potensi cuaca esktrem di wilayah Indonesia terjadi akibat dinamika atmosfer yang terus terjadi dan munculnya bibit siklon di dekat wilayah Indonesia. Oleh karenanya, curah hujan tinggi masih berpotensi terjadi dan perlu diwaspadai terutama di wilayah yang rentan terdampak cuacah ektrem," ungkap Dwikorita.
Berdasarkan data-data tersebut, Dwikorita mengajak seluruh pihak untuk memahami dan merespon peringatan dini cuaca esktrem dengan melakukan aksi.