Bandara ini, lanjut dia, dilengkapi dengan crisis center yang dapat menjadi Tempat Evakuasi Sementara apabila tsunami terjadi, dengan kapasitas untuk menampung 2.000 orang.
"Terminal bandara, mulai dari level mezanine hingga lantai 2 telah disiapkan untuk tempat evakuasi dengan kapasitas 10.000 orang. Jadi, bila pengguna bandara dan masyarakat setempat merasakan guncangan gempabumi atau memperoleh peringatan dini tsunami dapat segera menuju crisis center atau naik ke terminal di lantai mezanine atau lantai 2. Inilah kontribusi penting bandara kepada masyarakat sekitar dan pengguna bandara dalam menghadapi ancaman gempa megathrust dan tsunami," ungkap Dwikorita.
Sistem Peringatan Dini Tsunami juga telah terpasang dan terhubung langsung dari BMKG Pusat. Keandalan Bandara YIA ini, tambah dia, juga mendapat apresiasi dalam pertemuan the 57th session of the Executive Council di UNESCO Paris, sebagai satu-satunya contoh dunia untuk infrastruktur critical yang tsunami ready (siap untuk menghadapi tsunami).
Baca Juga: Ini Imbauan Kapolda Metro Jaya kepada para Pengemudi di Jakarta dan Sekitarnya
Selain Bandara YIA, Bandara Ngurah Rai juga telah disiapkan untuk Tsunami Ready.
"Kami berharap, hal ini dijadikan contoh bagi hotel-hotel di sekitar bandara untuk segera menyiapkan sistem mitigasi dan Peringatan Dini Tsunami dengan didukung oleh BMKG dan BPBD. Karena seluruh kesiapan dalam sistem mitigasi dan peringatan dini bencana di kawasan pantai selatan Kulonprogo sangat penting untuk mendukung kesiapsiagaan dan keselamatan masyarakat dan wisatawan, yang sekaligus juga menguatkan ketahanan sosial ekonomi terhadap ancaman gempa dan tsunami di kawasan tersebut," tandasnya.
Sementara itu, Koordinator Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami, Suci Dewi Anugrah menegaskan bahwa sektor swasta harus terlibat aktif dalam upaya mitigasi gempabumi dan tsunami.
Sebagai langkah awal, kata dia, manajemen hotel dapat melakukan identifikasi indikator tsunami ready yang dicanangkan oleh The Intergovernmental Oceanographic Commission of UNESCO (IOC/UNESCO).
Menurutnya, hotel perlu melakukan assessment terkait struktur bangunan, jumlah pengunjung, dan SOP kedaruratan, serta metadata aset. Berdasarkan pengamatan di lapangan, hotel-hotel di kawasan rawan gempabumi dan tsunami masih minim rambu evakuasi.
"Harapan kami, hotel memiliki inisiatif sendiri dalam melakukan peningkatan kapasitas (tsunami drill) tanpa menunggu program dari BMKG atau instansi lain. Sebaiknya libatkan juga masyarakat atau stakeholder lainnya," imbuh Suci. √