SATUARAH.CO - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menegaskan, dalam menjawab tantangan sebuah bangsa dan peradaban yang maju harus melahirkan sistem kolaborasi antar gender.
Di mana gender balance adalah pemahaman untuk menyetarakan posisi antara laki-laki dan perempuan sehingga tidak ada yang lebih dominan dan inverior.
"Selamat mewujudkan gender balance, gender empowerment, menunjukkan team work karena tanpa kerjasama kita akan terpecah belah. Bagaimana kita melahirkan sistem kolaborasi antar gender di BMKG agar impact-nya dahsyat," kata Dwikorita Karnawati saat acara Gender Action di Rakornas BMKG Tahun 2024, di The Alana Hotel, Yogyakarta, Rabu (8/5/24).
Baca Juga: DPRD Kota Cirebon Bakal Tinjau Ulang Soal Penetapan Kenaikan Nilai PBB 2024
Dwikorita Karnawati menjelaskan, seyogianya bangsa Indonesia pernah memiliki sejarah di mana kesetaraan dan kolaborasi antar gender mampu membawa kemerdekaan bagi bangsa ini.
Dikisahkan dalam buku tersebut, Sri Sultan Hamengkubuwono VIII, ayah Sri Sultan Hemangkubuwono IX memimpikan Indonesia merdeka. Saat itu, Sri Sultan ke VIII mempelajari pola kerberhasilan Belanda yang berhasil mengalahkan rakyat Aceh dengan mempelajari karakter dan kebudayaan yang ada.
Oleh karenanya, Sri Sultan ke VIII menyadari bahwa pendidikan adalah sebuah hal penting dan selanjutnya mengirim anaknya Sri Sultan ke IX dan permaisurinya bersepakat mengirimkan putra mahkota yang baru berusia empat tahun untuk belajar ke Belanda sejak taman kanak-kanak hingga kuliah.
Baca Juga: Dinas Perikanan Kab Bekasi Ajak Masyarakat Cibarusah Gemarikan untuk Turunkan Stunting
"Atas dasar itulah Sri Sultan ke IX belajar tentang kehidupan, karakter, dan budaya masyarakat Belanda. Dan pada saat itu yang menyelamatkan Soekarno adalah Sri Sultan. Kenapa? Selama Sri Sultan ke IX berada di dekat Soekarno, maka Belanda tidak akan berani," ujarnya.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX juga menilai pendidikan dan universitas menjadi tonggak sejarah untuk menunjukkan kemerdekaan Indonesia di mata dunia.
Atas dasar kematangan pendidikan, kecerdasan spiritual, dan emosional selama menimba pendidikan tersebutlah membuat dirinya menyulap pendopo Keraton Yogyakarta menjadi Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk rakyat Indonesia.
"Filosofinya, kita tidak akan pernah mengalahkan suatu bangsa kalau tidak paham budaya. Kalau tidak ada kolaborasi antar Raja dan Permaisurinya karena nggak mau pisah sama anaknya mungkin ini tidak terjadi. Tapi bagaimana harmonisasi, sinergi, dan kolaborasi antara pria dan wanita dan itu mencetak sejarah baru suatu bangsa lahir di dunia yaitu Indonesia," ungkap Kepala BMKG.
Impactnya 'A Prince in a Republic', jadi diharapkan antara pria dan wanita ada kesepahaman, kolaborasi dalam mencapai tujuan bersama dan ini bisa diterapkan di BMKG sehingga apa yang dicita-citakan visi-misi bisa tercapai.