SATUARAH.CO - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mendorong komunitas internasional untuk mempersempit kesenjangan gender dalam hal aksesibilitas sistem peringatan dini.
Menurutnya, isu ini sangat penting untuk diperjuangkan jika ingin mewujudkan peringatan dini untuk semua (early warning for all), Senin (11/3/24).
Dwikorita Karnawati mengungkapkan, dalam Gender Conference yang dihelat bersamaan dengan "The Third Session of the Commission for Weather, Climate, Water and Related Environmental Services & Applications" (SERCOM 3) itu diikuti oleh 139 peserta dari 94 negara secara hybrid.
SERCOM 3 berlangsung pada 4-9 Maret 2024 di Bali International Convention Centre (BICC), Nusa Dua, Bali.
Baca Juga: Kejati Sumut Tahan Kadis Kesehatan ProvSU dan Rekanan Terkait Dugaan Mark Up APD Covid 19 Tahun 2020
"Acara yang digelar bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional tersebut mengusung tema "Promoting Gender Equality and Women's Empowerment and Leadership in climate issues and through the Early Warnings for All initiative"," kata Dwikorita, Rabu (13/3/24), saat keterangan.
"Mitigasi kesenjangan gender ini mendesak untuk dilakukan sehubungan dengan derasnya arus perubahan iklim," ungkap Dwikorita yang juga merupakan Wakil Tetap Indonesia untuk World Meteorological Organization (WMO).
Untuk mencapai keseimbangan dan inklusivitas gender, penting untuk memastikan bahwa perempuan, anak-anak, penyandang disabilitas, dan kelompok paling rentan memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh akses yang equal terhadap early warning for all, tumbuh, dan menyumbangkan perspektif unik mereka kepada masyarakat.
"Kita harus memasukkan pengarusutamaan gender dalam semua aspek strategi, inisiatif, dan kegiatan WMO, terutama yang berkaitan dengan layanan dan infrastruktur, pada tingkat implementasi global, regional, dan nasional," ujarnya.
Lebih lanjut, Dwikorita Karnawati menyampaikan, untuk mewujudkan Peringatan Dini untuk Semua (EW4ALL), sangat penting untuk menyadari bahwa perempuan memainkan peran penting dalam menjangkau kelompok yang paling rentan.
Kemampuan dan perspektif unik perempuan memungkinkan mereka untuk secara efektif terlibat dan mendukung komunitas yang terpinggirkan selama masa krisis. Di Indonesia sendiri, kata dia, populasi perempuan hampir mencapai setengah dari total penduduk, sementara populasi anak mencapai sepertiga dari total penduduk.
"Maka dari itu, penting untuk memastikan bahwa seluruh kelompok rentan tersebut dapat mengakses sistem peringatan dini untuk meminimalisir risiko akibat perubahan iklim, termasuk MHEWS (Multi-hazard Early Warning System)," ungkap Dwikorita.
"Kita perlu terus menutup kesenjangan antara perempuan, laki-laki, penyandang disabilitas, dan kelompok paling rentan, dalam hal tanggung jawab yang diberikan, kegiatan yang dilakukan, akses dan kontrol terhadap sumber daya, informasi, dan media, serta pemberdayaan mereka dalam pengambilan keputusan," ujarnya.