Baca Juga: Fokus Jaga Keamanan Jakarta, Polda Metro Jaya Kembali Gelar Patroli Gabungan
Lebih lanjut, Agung menambahkan, selama masa transisi, pemerintah masih dapat menjalankan fungsi teknis kepegawaian administratif agar tidak terjadi kekosongan hukum.
Bila fungsi pengawasan tetap dijalankan oleh lembaga non-independen tanpa dasar hukum baru, hal itu dapat menimbulkan potensi sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
“Kalau pengawasan tetap dilakukan oleh lembaga yang secara hukum sudah dinyatakan tidak memenuhi prinsip independensi, maka keputusan yang dihasilkan bisa batal demi hukum. Karena itu, DPR dan Pemerintah harus segera menindaklanjuti perintah konstitusional untuk membentuk lembaga baru paling lambat dua tahun,” imbuhnya.
Menurut Agung, putusan MK ini bukan sekadar koreksi kelembagaan, tetapi juga koreksi moral dan politik terhadap sistem birokrasi nasional. Ia berharap agar lembaga independen baru nanti tidak hanya sekadar ganti nama atau tetap menggunakan nama lama, melainkan benar-benar dibangun dengan arsitektur kelembagaan yang menjamin independensi dan penguatan struktural, fungsional, dan anggaran, serta berbasis IT.
“Yang dibutuhkan bukan rebranding, tetapi rekonstruksi kelembagaan. Lembaga pengawas ASN yang baru harus berdiri setara, bukan di bawah kementerian. Kalau tidak, semangat reformasi birokrasi yang kita perjuangkan selama ini akan tereduksi,” pungkas Agung. √