Oleh: Dr. Ketut Sumedana *)
AKHIR-AKHIR ini, dunia penegakan hukum digegerkan dengan kasus yang merugikan Negara sebesar Rp 104 triliun dan menggugah kita semua untuk memberikan komentar. Awalnya diperkirakan sebesar Rp 78 triliun, namun terus bergeser dan membengkak sehingga menjadi Rp 104 triliun, dan sepanjang sejarah penegakan hukum di Indonesia, ini tidak saja fenomenal tapi luar biasa.
Jaksa Agung dan jajarannya tidak lagi menerapkan unsur kerugian negara tapi berani mengembangkan dan memperluas dengan unsur perekonomian negara, sebab di sini bukan soal keberanian tetapi lebih pada kepastian dan kemanfaatan hukum itu sendiri.
Langkah strategis Kejaksaan Agung ini bukanlah yang pertama menerapkan perekonomian sebagai unsur yang wajib dibuktikan. Salah contoh yang masih hangat adalah perkara minyak goreng dengan kerugian mencapai Rp 18 triliun, dan tentu dampaknya nyata dirasakan oleh masyarakat, bahkan ada yang sampai meninggal dunia akibat harus mengantre demi mendapatkan minyak goreng akibat tata kelola ekspor yang menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
Baca Juga: Sejak 1958 Tak Dikunjungi Pemimpinnya, Warga Tanimbar Sambut Presiden Jokowi Sangat Antusias
Duta Palma ada kaitannya dengan minyak goreng tetapi fokusnya adalah penguasaan lahan negara secara ilegal dan hal ini sudah tidak lagi menjadi bahan perdebatan. Kejaksaan sudah pernah menerapkan pada beberapa kasus terkait dengan penerapan dan pembuktian “perekonomian negara” yang dapat menjadi yurisprudensi bagi penegak hukum dalam mengambil pertimbangan dan keputusan, antara lain jauh sebelum adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) seperti putusan nomor: 1164 K/ Pid/1985 atas nama Terdakwa TG, dimana Terdakwa secara melawan hukum membangun tanpa ijin di wilayah perairan milik Negara yang mengakibatkan Negara tidak dapat memanfaatkan dan menggunakannya untuk kepentingan umum sehingga menurut Majelis Hakim hal tersebut termasuk perbuatan yang merugikan “perekonomian negara.”
Pada kasus lain juga berkaitan dengan perekonomian negara adalah putusan Nomor: 1144 K/ Pid/ 2006 atas nama Terdakwa ECW N sebagai Direktur Utama Bank Mandiri yang memberikan pinjaman (bridging loan) secara melawan hukum dengan tidak memperhatikan prinsip kehati-hatian dalam dunia perbankan dan cenderung mengarah pada Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN).
Menurut pertimbangan Majelis Hakim, hal itu termasuk merugikan perekonomian Negara karena dengan memberikan jumlah kredit yang besar di saat kondisi Negara dan masyarakat membutuhkan pembangunan ekonomi kerakyatan dan diberikan kepada pengusaha yang tidak produktif.
Baca Juga: Satreskrim Polres Subang Ringkus Pelaku Penambang Tanah Merah Ilegal
Dalam perkembangannya, setelah atau pasca dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi (MK), kasus yang terbukti dalam penerapan unsur perekonomian Negara adalah kasus ekspor tekstil oleh PT. Peter Garmindo Prima dan PT. Flemings Indo Batam atas nama Terdakwa Drs. Ir dengan Putusan MA Nomor 4952 K/Pid.sus/2021 tanggal 8 Desember 2021, di mana dalam pertimbangannya menyatakan bahwa Terdakwa akibat terjadinya penyalahgunaan ijin impor maka terjadi lonjakan jumlah impor barang yang masuk dan berpotensi merugikan produk tekstil dalam negeri serta menyebabkan penutupan sejumlah pabrik tekstil dan UMKM dan berdampak pula terjadinya pemutusan hubungan kerja secara besar-besaran.
Selain itu, akibat penurunan produksi dalam negeri, terdapat pula pangsa pasar domestik mengalami penurunan dan berpengaruh terhadap industri perbankan yang telah memberikan kredit terhadap pabrik-pabrik tekstil yang tutup dan tidak mampu membayar cicilan. Hal ini juga sangat bertentangan dengan kebijakan ekonomi mikro dalam rangka melindungi daya saing industri tekstil dalam negeri terhadap tekstil impor.
Hal inilah yang menjadi pertimbangan perlunya penerapan perekonomian negara dalam kasus-kasus tertentu yang kini ditangani oleh Kejaksaan Agung berkaitan dengan ekspor-impor, penguasaan lahan negara secara ilegal yang berdampak langsung dengan kepentingan masyarakat luas, sebab yang paling terpenting adalah bagaimana hak-hak ekonomi masyarakat dapat terjamin dan terlindungi dengan baik sehingga sirkulasi perekenomian dan peredaran uang di masyarakat dapat bergerak secara kontinyu dan tidak terganggu dengan kepentingan individu, kelompok dan golongan yang hanya mencari keuntungan sesaat, termasuk penerimaan-penerimaan keuangan negara juga tidak terganggu dan dipenuhi oleh pengusaha.
Jika penerapan unsur perekonomian negara dapat diterapkan secara konsisten, hal ini menjadi momok yang ditakuti para koruptor yaitu memiskinkan koruptor dapat dilakukan dengan tindakan-tindakan yang agresif dengan melakukan berbagai penyitaan aset korporasi dan pribadi, aset yang terafiliasi dengan pelaku dan korporasi termasuk keluarga, bahkan tindakan lebih ekstrim yaitu memblokir semua rekening pelaku dan yang terafiliasi dengan pelaku tindak pidana. Hal inilah yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung sehingga Terdakwa SD dengan sukarela pulang ke tanah air untuk membela dirinya.
Baca Juga: Hadeuh!! Pemandu Lagu THM Pakai Seragam SMA, Satpol PP Kab Bekasi Langsung Bertindak