Ini Tanggapan Prof. Dr. Syukron Kamil Soal Film JKDN

photo author
- Minggu, 27 September 2020 | 12:47 WIB
IMG-20200927-WA0020
IMG-20200927-WA0020

SATU ARAH - Film Jejak Khilafah di Nusantara (JKDN) diproduksi dan beredar beberapa waktu lalu disebut sebagai dokumenter ini, menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.

Pemerintah sendiri disebut sempat memblokir film itu, saat siaran langsung untuk tayangan perdananya di YouTube.

Dekan Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri Jakarta, Prof. Dr. Sukron Kamil mengatakan, film tersebut merupakan alat propaganda kelompok tertentu dibandingkan pemaparan fakta sejarah.

"Saya berkesimpulan film ini sebagai propaganda ketimbang sebagai sebuah realitas historis," beber Sukron, saat acara webinar 'Jejak Khilafah di Nusantara: Fakta Sejarah atau Propaganda? yang digelar Yayasan Demokrasi Republikan, Sabtu (26/9/2020).

Sumber teks dalam cerita film disebut Sukron tak jelas. Pemerintahan dengan konsep khilafah sendiri, menurutnya, sudah lama hilang, bahkan sebelum sampai ke Indonesia.

"Konsep khilafah sebagai satu kesatuan Islam jelas sudah hancur dari zaman dulu, terakhir adalah masa Khalifah Ali, setelahnya adalah masa Dinasti Umayyah saja sudah jauh dari nilai-nilai Islam. Kalau paham Pancasila sendiri malahan sudah sesuai dengan kondisi multietnis di Indonesia," ujarnya.

Hubungan Turki Usmani dengan Kerajaan-kerajaan di Nusantara yang disebut dalam film sebagai kerajaan vassal atau bawahan dari Turki Usmani juga tidak ada bukti sejarah sama sekali. Hubungan yang tercatat, hanya hubungan yang bersifat strategis dan dagang biasa selayaknya dua negara yang sama berdaulat, tidak hanya dengan Turki tapi malah lebih banyak dengan Tiongkok hingga Portugis.

Sejarah yang disampaikan pada film, dinilai Sukron tak memiliki dasar. Apa yang hendak dipesankan film JDKN, kata dia, hanyalah sebuah propaganda.

"Demi tujuan tertentu, terutama yang berkaitan dengan politik," ungkap Sukron.

"Maka hemat saya, apa yang mereka lakukan di film ini membabi buta, juga propagandanya berlebihan demi sebuah tujuan dan pandangan politik yang mereka usung, maka sejarah yang digunakan tidak memiliki dasar," pungkasnya.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Dade

Tags

Rekomendasi

Terkini

X