nasional

Diskusi 27 Juli 1996 di Strategi Institute, Romo Benny: Luka Masyarakat Belum Sembuh

Jumat, 28 Juli 2023 | 10:47 WIB
Diskusi 27 Juli 1996 Strategi Institut (satuarah.co)

Karena itu, Romo Benny berharap bahwa tidak ada rezim otoriter yang akan berkuasa lagi di Indonesia.

Terkait dengan peristwita Kudatuli ini, Romo Benny sebenarnya berharap agar sejarah kelam ini diluruskan kembali agar generasi muda mengetahui perjalanan bangsanya.

“Tidak ada rekonsiliasi yang sempurnah tanpa permintaan maaf. Luka sejarah dalam peristiwa 27 Juli 1996 tidak pernah sembuh. Sementara generasi x dan z tidak pernah mengalami luka itu. Dan menganggap bahwa masa lalu adalah masa lalu,” kata Romo Benny.

Sejumlah peristwiwa besar terjadi setelah 27 Juli 1996 meletus. Mulai dari pembakaran ratusan gereja, dan peristiwa dukun santet.

Tapi yang terpenting menurut Romo Benny, dalam peristiwa 27 Juli 1996, memang terlihat jelas watak otoriter pemimpin negara saat itu. Lalu apakah luka yang dialami masyarakat dalam peritiwa itu dalam disembuhkan, itu kembali dari kekuatan masyarakat sipil.

“Ketika konsentrasi masyarakat sipil gagal seperti ini, tidak mungkin dapat dalam menyelesaikan kasus hak asasi manusia,” katanya lagi.

Hingga saat ini, kita tidak pernah mengakui bahwa peristiwa 27 Juli 1996 adalah kejahatan kemanusiaan dan perlu diakui oleh para pelakunya.

“Ini harus diakui oleh orang yang melakukan itu. Kita nggak pernah mengakui bahwa ini sebenarnya adalah kejahatan kemanusiaan. Bila ada pengakuan, baru ada pemulihan terhadap korban. Jadi penyelesaian kita itu selalu menutup luka itu,” katanya.

Menurut Romo Benny, dengan budaya kepalsuan yang hingga kini masih terjadi. Menutupi kejahatan kemanusiaan dengan pemberian kompensasi tanpa adanya pengakuan dari pelakunya, membuat generasi muda tidak mengetahui peristiwa-peristiwa yang terkait dengan kajahatan kemanusiaan.

“Bagi dia (anak muda) peristiwa 27 Juli tidak pernah dialami. Memori kegelapan negeri ini, tidak pernah mereka rasakan. Sehingga bagi mereka, bila kita bicara masalah hak asasi manusia,  bagi anak-anak generasi x dan z itu ‘memag gw pikirian’. Jadi itu yang terjadi, dan kalau ini yang terus terjadi dan orang lupa pada sejarah berdarah ini,” katanya lagi.

Bila kita ingin membangun kesadaran kritis, tentu harus dibangunkan kembali mimpi buruk dan memori mengenai korban kejahatan kemanusiaan. Ini bisa dilakukan dengan rekonsiliasi. Sehingga ada pemulihan hak-hak korban.

Pengampunan terjadi kalau ada penyesalan dan pengakuan. Ini yang kita dorong sebenarnya. Kita mendorong pemerintahan Pak Jokowi melakukan ini,” katanya.  √

Halaman:

Tags

Terkini