nasional

Jaksa Agung: Penegakan Hukum Humanis Pertemukan Keluarga di Bulan Suci Ramadhan

Jumat, 21 April 2023 | 16:20 WIB
Jaksa Agung ST Burhanuddin (Puspenkum Kejagung)

SATUARAH.CO - Dalam bincang ringan dengan Tim Media Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Puspenkum Kejagung), Jaksa Agung ST Burhanuddin tersenyum bahagia mengingat akan tibanya Hari Raya Idul Fitri 1444 H, di ruang kerja Jaksa Agung, belum lama ini.

Jaksa Agung menyampaikan dalam kunjungan kerja virtual Senin (17/4/23) lalu, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan, salah satunya yaitu memastikan seluruh listrik di kantor tidak dalam keadaan menyala, sebab keamanan tempat kerja harus menjadi prioritas.

Jaksa Agung juga menitipkan pesan kepada seluruh keluarga besar Adhyaksa untuk merayakan hari raya Idul Fitri dengan penuh kesederhanaan dan khidmat.

“Selamat mudik dan berkumpul bersama keluarga. Saya titip pesan agar jangan pamer ataupun flexing selama di kampung halaman. Bangun kepekaan sosial dan empati di masyarakat,” ujar Jaksa Agung.

Selain itu, Jaksa Agung juga melarang warga Adhyaksa untuk mengadakan open house, serta berpesan agar masuk kantor tepat waktu, sebab tidak ada toleransi bagi pegawai yang telat datang, asal alasannya tepat.

Selanjutnya, Jaksa Agung mendorong Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) untuk memperhatikan penegakan hukum humanis yakni penghentian perkara melalui keadilan restoratif, terutama di bulan suci Ramadhan.

“Ini adalah kesempatan bagi kita untuk mempertemukan mereka (Tersangka) dengan keluarga, sehingga pendekatan dengan korban dan keluarga korban menjadi sangat berarti dalam mendapatkan kata maaf, sebab kunci utamanya adalah perlindungan terhadap korban,” ujar Jaksa Agung.

Sejak awal Ramadhan 22 Maret 2023 s/d 17 April 2023, sebanyak 228 perkara telah dihentikan melalui keadilan restoratif. Adapun mereka yang dihentikan perkaranya tidak perlu melanjutkan prosesnya sampai pengadilan, sehingga dapat kembali berkumpul bersama keluarga untuk merayakan hari raya Idul Fitri.

“Keberhasilan penyelesaian perkara ini bukan hanya menjadi catatan Kejaksaan Agung, tetapi hikmahnya adalah membuka pintu maaf bagi mereka yang melakukan kejahatan,” ujar Jaksa Agung.

Jaksa Agung menuturkan, tidak semua perkara dapat dihentikan melalui keadilan restoratif karena harus sesuai dengan Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Meski demikian, Jaksa Agung menyampaikan adanya kemungkinan untuk revisi persyaratan substantif dalam peraturan tesebut seperti ancaman hukuman maksimal lima tahun dan jumlah kerugian Rp 2,5 juta. Hal tersebut dikarenakan melihat perkembangan hukum saat ini dan hal di atas sudah tidak relevan lagi.

“Karena apabila bicara tentang keadilan, maka tidak bisa dikaitkan dengan angka, tetapi nurani dan kondisi riil para pihak dalam perkara tesebut,” ujar Jaksa Agung.

Jaksa Agung menegaskan, konsep dari penegakan hukum humanis adalah memanusiakan manusia, sehingga melalui keadilan restoratif maka memberikan perlindungan dan perbaikan terhadap korban untuk memperoleh kesepakatan damai guna meminimalisir terjadinya resistensi di masyarakat, serta berdampak pada mengurangi biaya penanganan perkara yang saat ini sudah mulai dirasakan.

Sistem ini sudah mulai dianut oleh beberapa negara sistem hukum anglo saxon dan juga diadopsi oleh negara-negara penganut sistem hukum eropa kontinental.

Halaman:

Tags

Terkini