nasional

Jadi Narasumber Seminar Nasional UNDIP, JAM Pidum Paparkan Ini

Rabu, 9 Oktober 2024 | 07:21 WIB
JAM Pidum Prof. Dr. Asep Nana Mulyana

Kemudian mengenai Spiritual Intelligence, JAM Pidum juga menyampaikan bahwa Jaksa dalam menangani perkara harus mempertimbangkan nilai keadilan bila telah melihat adanya perdamaian.

Disamping itu Jaksa perlu menggunakan pendekatan kesatuan dari tiga tujuan hukum dengan tidak mempertentangkan satu dengan lainnya, sehingga teori Gustav Radbruch dapat ditinjau kembali.

Baca Juga: Dengar Keluhan Hakim Tak Naik Gaji 12 Tahun, Prabowo: Saya Bertekad Perbaiki Kondisi Kalian

Pada kesempatan ini, JAM Pidum juga menjelaskan arah politik hukum nasional dalam Peraturan Presiden Nomor 18 tahun 2000 tentang RPJMN 2020-2024, yang menyebutkan tiga tujuan pembangunan hukum yaitu penerapan pendekatan keadilan restorative, optimalisasi peran lembaga adat dan lembaga yang terkait dengan alternatif penyelesaian sengketa, serta mengedepankan upaya pemberian rehabilitasi, kompensasi, dan restitusi bagi korban.

“Artinya paradigma penegakan hukum di Indonesia sedang mengalami perubahan signifikan. Pendekatan yang selama ini bersifat retributif, yaitu berfokus pada pembalasan/penghukuman pelaku kejahatan, mulai beralih ke pendekatan modern yang lebih restoratif, korektif, dan rehabilitatif. Perubahan ini merupakan bagian dari upaya menciptakan sistem hukum yang tidak hanya didasarkan kepastian hukum saja tetapi juga untuk menjunjung tinggi nilai keadilan dan efektif dalam memberikan manfaat bagi masyarakat luas,” imbuh JAM Pidum.

Selanjutnya, JAM Pidum juga menguraikan arah kebijakan pembangunan hukum Indonesia yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2025-2045 dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.

Baca Juga: Konsolidasi Tim Pemenangan Paslon No. Urut 3 Jawara - Santri di Wilayah Kecamatan Babelan

JAM Pidum menjelaskan lebih lanjut bahwa kebijakan tersebut menitikberatkan pada supremasi hukum yang didukung oleh kepastian, keadilan, dan kemanfaatan, serta berlandaskan pada penghormatan terhadap hak asasi manusia. Transformasi sistem penuntutan dan peningkatan akses terhadap keadilan juga menjadi prioritas utama.

“Penegakan hukum yang hanya berfokus pada balas dendam dan hukuman penjara bukan lagi pendekatan yang relevan di era sekarang. Kita tidak ingin lagi memenuhi penjara tetapi lebih diutamakan kepada arah pidana bersyarat maupun pidana kerja sosial. Dengan demikian, terdapat keseimbangan antara sipir penjara dengan jumlah terpidana. Selain itu juga dapat diwujudkan sistem hukum yang lebih manusiawi, menjaga harkat martabat manusia, yang mampu mengembalikan harmoni dalam masyarakat,” ujar JAM Pidum.

Selain itu, JAM Pidum juga menjelaskan mengenai KUHP 2023, khususnya terkait perubahan paradigma penegakan hukum yang telah diakomodir dengan adanya alternatif pemidanaan berupa pidana pengawasan dan pidana kerja sosial. Tujuan pidananya tersebut lebih bersifat restoratif, korektif dan rehabilitatif berupa pencegahan, pembinaan, pembimbingan, penyelesaian konflik, pemulihan keseimbangan, menumbuhkan rasa penyesalan dan rasa bersalah dari pelaku tindak pidana.

JAM Pidum secara khusus juga membahas mengenai cara Spiritual Inteligence Jaksa dalam berhukum. Dalam Undang-Undang Kejaksaan telah dicantumkan kalimat “Demi Keadilan Berdasarkan Tuhan Yang Maha Esa” yang dijadikan sebagai pegangan bagi Jaksa dalam melaksanakan tugasnya.

Lebih lanjut diterangkan, Jaksa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bertindak berdasarkan hati nurani dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.

Baca Juga: GMKI Apresiasi Sikap Tegas Prabowo Subianto Respons Aspirasi Hakim Indonesia

Disamping itu juga Jaksa atau Penuntut Umum dapat bertindak menurut penilaiannya dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan dan kode etik.

Dalam Tri Krama Adhiyaksa Jaksa juga disebutkan Jaksa dalam pelaksanaan tugas juga bertanggungjawab pada tuhan yang maha esa. Dan selanjutnya motto kejaksaaan adalah tajam keatas dan humanis kebawah.

Halaman:

Tags

Terkini