SATUARAH.CO - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan
Pemasyarakatan (Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) segera menetapkan status tersangka terhadap pihak Navayo International AG jika bukti-bukti yang dimiliki sudah cukup.
Kejagung sudah melayangkan tiga kali pemanggilan terhadap pihak Navayo untuk diperiksa.
Menko Yusril menyatakan, langkah ini sebagai perlawanan pemerintah Indonesia atas dikabulkannya permintaan Navayo untuk menyita aset Pemerintah RI di Paris oleh Pengadilan Prancis.
Baca Juga: Gubernur Jabar Sampaikan LKPJ 2024,Apresiasi kepada Bey Machmudin
Seperti diketahui, pada 22 April 2021, keputusan arbitrase International Chamber of Commerce (ICC) di Singapura menghukum pemerintah Indonesia membayar USD10.200.000 ditambah 3% per tahun sejak jatuh tempo pada 22 April 2021.
Hingga Maret 2025, jumlah yang harus dibayarkan berdasarkan putusan itu mencapai USD24,1 juta.
"Kasus Navayo ini sarat dengan manipulasi dan korupsi. Karena itu, pemerintah tidak akan diam apalagi mengalah pada mereka," ujar Yusril melalui keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (21/3/25).
Yusril mengungkapkan bahwa hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menunjukkan indikasi wanprestasi dalam kontrak pengadaan satelit antara Navayo dan Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada tahun 2016.
"Audit BPKP mengungkap bahwa kontrak senilai USD16 juta tersebut hanya dipenuhi Navayo sebesar Rp1,9 miliar. Ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian yang harus ditindaklanjuti dengan langkah pidana," tegasnya.
Baca Juga: Polri Gelar Dialog Penguatan Internal: Dukung Asta Cita, Wujudkan Swasembada Pangan Nasional
Menko Yusril melanjutkan, Kejagung telah menyelidiki kasus ini dan menemukan indikasi kuat adanya tindak pidana korupsi dalam kontrak pengadaan satelit.
Sejumlah pihak di Kementerian Pertahanan telah diperiksa oleh Kejagung, sementara pihak Navayo yang telah dipanggil secara
sah sebanyak tiga kali, tidak pernah memenuhi panggilan tersebut.
Pemerintah berkomitmen untuk mengambil langkah hukum dan diplomatik yang diperlukan guna melindungi aset negara
dan mempertahankan kepentingan nasional.
"Mereka kini malah mendapat izin untuk menyita aset diplomatik Indonesia di Paris, dan langkah serupa berpotensi dilakukan di negara lain," ujar Yusril.