ISO 22328-3, Inisiatif Indonesia Terkait Standar Sistem Peringatan Dini Tsunami Berbasis Masyarakat

photo author
- Jumat, 27 Desember 2024 | 20:00 WIB

SATUARAH.CO - Laporan World Risk Report 2023 yang dirilis Bündnis Entwicklung Hilft dan IFHV of the Ruhr-University Bochum mengungkapkan, bahwa Indonesia sebagai negara kedua dari 193 negara di dunia yang paling berisiko terkena bencana seperti gempabumi dan tsunami, Kamis (26/12/24).


Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan, kerawanan ini disebabkan karena Indonesia terletak di antara lempeng tektonik dunia yaitu lempeng Pasifik, Indo-Australia, dan Eurasia yang mampu memicu gempabumi dan tsunami. Kejadian gempabumi dan tsunami Aceh pada 2004 silam yang menelan korban jiwa hingga ratusan ribu jiwa menjadi pijakan bagaimana sistem peringatan dini harus dibangun.

"Pasca tsunami Aceh 2004 pemerintah Indonesia membangun sistem peringatan dini tsunami dan diresmikan pada tahun 2008, yang sejak saat itu berperan penting dalam mengurangi risiko tsunami. Namun, beberapa kejadian tsunami seperti tsunami Palu 2018 mengungkap perlunya mengintegrasikan kemajuan teknologi dengan kesiapsiagaan dan ketahanan Masyarakat,” kata Dwikorita Karnawati, saat keterangan, Jumat (27/12/24). . 

Baca Juga: Intelijen Kejaksaan Diminta Tingkatkan Profesionalitas dan Integritas

Lebih lanjut, Dwikorita mengungkapkan untuk mengatasi tantangan ini, BMKG bersama Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Standarisasi Nasional (BSN), Universitas Gajah Mada (UGM) dan pakar terkait telah mengusulkan satu standar yaitu gurdelines for the implementation of a comminity-based early warning system' for tsunami, Iso 22328-3 dan sudah ditetapkan sebagai standar internasional.

"ISO 22328-3 telah diperkenalkan sebagai pedoman komprehensif untuk menerapkan sistem peringatan dini tsunami (TEWS) berbasis masyarakat. Standar ini memberikan kerangka kerja terstruktur yang dapat diterapkan baik bagi masyarakat maupun sektor swasta di daerah rawan tsunami, sehingga mendorong pengembangan TEWS yang dikelola masyarakat secara lokal," ujarnya.

Dwikorita menjelaskan, hal ini menekankan lima komponen utama yaitu, pertama, penilaian risiko; kedua, penyebaran dan komunikasi pengetahuan; ketiga, layanan pemantauan dan peringatan; keempat, peningkatan kemampuan respon; dan kelima, komitmen berkelanjutan dari pihak berwenang dan masyarakat.

Baca Juga: BMKG Terus Laksanakan IMC, Dukung Kelancaran Nataru 2024 di Wilayah Potensi Bencana Tinggi

"Pada akhirnya, ISO 22328-3 melengkapi program Tsunami Ready UNESCO-IOC dan bertindak sebagai instrumen praktis untuk membangun TEWS berbasis masyarakat dalam batasan dan konteks lokal," ungkap Dwikorita.

Dengan mengintegrasikan pedoman ISO 22328-3, masyarakat dan entitas sektor swasta khususnya yang bergerak pada infrstruktur strategis seperti bandara, pelabuhan, dan lainnya dapat meningkatkan manajemen keselamatan dan memastikan standar profesional dalam pengurangan risiko tsunami.

"Sekretariat ISO telah menerbitkan standar ini, kesesuaiannya dengan praktik lokal telah terbukti memberdayakan masyarakat untuk mengurangi risiko dan kerentanan, serta memperkuat kesiapan mereka terhadap tsunami,” tandasnya. √

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Budhie

Tags

Rekomendasi

Terkini

X