SATUARAH.CO - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Dwikorita Karnawati menegaskan, pertemuan 10th World Water Forum (WWF) merupakan arena untuk berdialog mengatasi kesenjangan terhadap hak atas air di dunia.
WWF ke-10 akan diselenggarakan di Nusa Dua, Bali, Indonesia pada 18-24 Mei 2024 mendatang.
"Saat ini kesenjangan hak atas air diperparah dengan dampak perubahan iklim dan menjadikan air sesuatu yang harusnya membuat kita sejahtera justru dapat menjadi bencana seperti kekeringan dan banjir. Untuk mencegah air menjadi sesuatu yang merugikan maka isu air akan dibahas oleh delegasi dari 172 negara dunia dalam pertemuan internasional terbesar di bidang air. Tujuanya adalah mewujudkan keadilan dalam pemanfaatan penggunaan air secara setara di seluruh negara dunia," kata Dwikorita Karnawati, Senin (1/4), saat Konferensi Pers FMB9 bertajuk Road to 10th World Water Forum "Kolaborasi Tangguh Atasi Tantangan Perubahan Iklim".
Mengutip laporan World Meteorological Organization (MWO) krisis air di dunia nyata terjadi di tengah-tengah masyarakat. Saat ini pola debit sungai dan aliran masuk waduk sebagian besar lebih kering daripada kondisi normalnya.
Juga terjadi peningkatan evapotranspirasi dan penurunan kelembapan tanah selama musim panas yang disebabkan oleh kekeringan. "Sebagai catatan, cuaca ekstrem, iklim, dan peristiwa terkait air menyebabkan 11.778 bencana yang dilaporkan antara tahun 1970-2021.
Negara maju mengalami lebih dari 60% kerugian ekonomi akibat cuaca namun sebagian besar di bawah kerugian tersebut nilainya 0,1% Produk Domestik Bruto (PDB).
Sebaliknya, Negara berkembang dan belum maju 7% bencana menyebabkan kerugian lebih dari 5% PDB dan mencapai hingga 30%. Negara kepulauan kecil 20% bencana menyebabkan kerugian lebih dari 5% PDB bahkana da yang melebihi 100%," ujarnya.
Poinnya adalah bencana yang terjadi di negara maju itu kurang berpengaruh terhada PDB-nya dibandingkan di negara berkembang atau belum maju. Artinya rentan sekali bagi negara berkembang dan belum maju. Ini yang dinamakan ketidakadilan.
Dinamika sirklus air dan interaksinya dengan masyarakat manusia dapat mengakibatkan dua hal. Pertama, bervariasinya pola spatio-temporal ketersediaan sumber daya air dan kedua, dampak kejadian ekstrem yang berhubungan dengan sumber daya air dapat mempengaruhi kehidupan, pembangunan, dan keberlanjutan ekosistem, masyarakat, dan individu.
"Perubahan iklim memberi tekanan pada sumber daya air sehingga menimbulkan water hotspot. Proyeksi Food and Agriculture Organization (FAO) pada tahun 2050, mencatat krisis air-akibat perubahan iklim-akan meningkatkan kerentanan pada kawasan penyedia pangan (food basket). Akibatnya, lebih dari 500 juta petani skala kecil yang menghasilkan 80% sumber pangan dunia menjadi kelompok yang paling rentan," tandas Dwikorita Karnawati.
Oleh karenanya, diperlukan mitigasi dan adaptasi secara sistematis terhadap isu-isu terkait air melalui observasi, monitoring, dan pengumpulan data. Data-data tersebut kelak akan dijadikan baseline bagi stakeholder untuk merumuskan kebijakan terkait air. Pun, dapat dijadikan acuan dalam melakukan mitigasi sebelum bencana akan datang. √