SATU ARAH - Kaburnya terpidana mati gembong narkoba Chai Changpan atau Cai Ji Fan, warga negara asal China dari Lembaga Permasyarakatan (Lapas) Kelas 1 Tangerang, Banten beberapa hari lalu mendapat perhatian publik termasuk Azmi Syahputra, Dosen Hukum Pidana Universitas Bung Karno, Jakarta.
Azmi menjelaskan, kejadian larinya napi ini sudah berkali-kali terjadi seperti di Kerobogan, Pekanbaru dan Sekayu Aceh beberapa tahun lalu.
"Harus jadi evaluasi konkrit bagi Menteri Hukum dan Ham beserta jajarannya. Hal ini dapat disebabkan antara lain karena terbatasnya jumlah petugas Lapas dengan ratio napi yang terus meningkat seperti "bom waktu," jelasnya, Sabtu (19/9/2020).
Bahkan katanya, pola ke safety-an yang kurang maksimal bisa menjadi salah satu penyebab yang seharusnya diperhatikan, di mana petugas juga harus setiap saat ada (tidak hanya sekedar diabsen dan dicek pada saat apel). Namun harus melakukan bentuk pengamanan intensif (patroli sewaktu-waktu) dan mencakup ke safety-an sampai aktifitas dan menyisir hal apa saja yang dilakukan dalam ruangan napi, terlebih pengawasan bagi napi yang dijatuhi hukuman mati.
"Ini yang diabaikan, kurang mendapat penjagaan yang lebih maksimal," beber Azmi.
Tidak sampai di situ, sambung dia, masalah lain bisa juga terjadi disebabkan konstruksi bangunan lapas yang sudah lama (sehingga mudah dibobol) dan juga kurang tegasnya petugas Lapas terhadap Napi, sehingga masih ada Napi yang leluasa berkomunikasi dengan orang di luar alapas.
"Biasanya para Napi masih dapat berkomunikasi dengan orang yang berada di luar, sehingga hal ini memudahkan para tahanan atau napi merencanakan sesuatu dan bisa saja 'diajarin' termasuk rencana dan cara untuk melarikan diri," ujarnya.
Oleh karena itu, menurutnya, perlu sanksi yang lebih berat karena selama ini hanya hukuman disiplin berat (isolasi 6 hari ). Ke depan sanksinya harus lebih berat dan maksimal, sehingga ada efek nyata bagi nara pidana yang membawa handphone termasuk sanksi bagi petugas yang membiarkan atau memfasilitasi handphone bagi para nara pidana.
"Harus ada solusi konkrit, bisa menambah petugas sipir, menambah CCTV bahkan bila perlu memasang jammer (alat peredam/menghilangkan sinyal) di Lapas, sehingga mereka tidak bisa berkomunikasi," imbuhnya.
Reporter: Tidar Sanjaya