SATUARAH.CO - Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Bekasi Raya, Ade Muksin, SH menyampaikan pernyataan keras menyikapi penetapan Bupati Bekasi dan ayah kandungnya sebagai tersangka dalam kasus dugaan "Suap Ijon Proyek" oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ade Muksin menilai, skandal tersebut sebagai titik nadir integritas kepemimpinan daerah yang tidak hanya mencoreng wajah Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Bekasi, tetapi juga memperlihatkan watak kekuasaan yang tertutup, antikritik, dan menjauh dari kontrol publik.
“Keterlibatan pucuk pimpinan daerah dalam praktik korupsi yang melibatkan keluarga inti merupakan bukti nyata dekadensi moral kekuasaan yang sudah berada pada tahap mengkhawatirkan,” tegas Ade Muksin dalam keterangan resminya, Sabtu (20/12/25).
Ia mengungkapkan, sejak pencalonan dan awal menjabat, Bupati Bekasi dikenal memiliki relasi komunikasi yang buruk dengan insan pers.
Baca Juga: Usai Tangkap Raja Bongkar, Frits Saikat Tantang KPK Sentuh Kota Bekasi
PWI Bekasi Raya, sebagai organisasi profesi wartawan resmi, telah berulang kali mengajukan permohonan audiensi secara terbuka dan resmi, termasuk mengirimkan undangan kegiatan organisasi. Namun, seluruh upaya tersebut tidak pernah mendapat respons.
“Sikap menjauh dari Pers dan menutup ruang dialog adalah ciri kekuasaan yang alergi terhadap kritik. Padahal, Pers adalah bagian dari mekanisme kontrol demokrasi, bukan lawan yang harus dihindari,” ujarnya.
Menurut Ketua PWI Bekasi Raya, sikap antikritik dan minimnya keterbukaan informasi publik merupakan alarm awal runtuhnya akuntabilitas kekuasaan.
"Ketika pemimpin daerah enggan berhadapan dengan pertanyaan dan kritik wartawan, ruang gelap kekuasaan justru terbuka lebar," tandasnya.
Baca Juga: Wujud Kepedulian Putra Daerah, Paguyuban Perwira Sumut Bantu Korban Banjir dan Longsor
Ironisnya, kata Ade Muksin, pejabat yang sulit ditemui wartawan justru akhirnya ‘ditemui’ oleh KPK. Bukan dalam forum audiensi atau dialog terbuka, melainkan melalui operasi tangkap tangan.
Ade Muksin menegaskan, penetapan tersangka terhadap Bupati Bekasi dan ayah kandungnya bukan sekadar persoalan teknis hukum, melainkan kehancuran etika jabatan publik.
Praktik suap ijon proyek disebutnya sebagai bentuk kejahatan jabatan yang merusak sistem pengadaan, menutup persaingan sehat, serta berpotensi merugikan masyarakat luas.
“Penetapan Bupati Bekasi dan ayah kandungnya sebagai tersangka adalah bukti telanjang bahwa kekuasaan di daerah ini telah membusuk dari pucuknya. Kekuasaan yang busuk seperti ini sama sekali tidak layak untuk dipertahankan,” tegasnya.