SATUARAH.CO – Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP), Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), bekerja sama dengan Kementerian Agama (Kemenag), dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), menggelar acara Temu Inovasi untuk Anak Sekolah Indonesia (Inovasi) ke-12, secara daring.
Program Inovasi turut membahas studi terbaru tentang Kesenjangan Pembelajaran (Learning Gap), mendiskusikan dampak Covid-19 terhadap pembelajaran siswa, serta membagikan praktik upaya inspiratif pemulihan pembelajaran dari berbagai daerah.
Studi yang dilakukan oleh Pusat Standar dan Kebijakan Pendidikan, BSKAP, Kemendikbudristek, dan Inovasi berfokus pada siswa kelas 1-3 Sekolah Dasar (SD). Kelas tersebut dipilih mengingat bahwa momen tersebut menjadi kunci pembelajaran, atau periode di mana penguasaan pembelajaran siswa lemah, dan memengaruhi keberhasilan pembelajaran siswa.
Baca Juga; Tunjangan Insentif Guru Madrasah Bukan PNS Mulai Dicairkan
Kepala BSKAP Kemendikburistek, Anindito Aditomo, mengatakan, hasil studi menyoroti isu kunci yang menjadi upaya mendesak yang perlu dilakukan, baik itu dalam jangka pendek maupun menengah. Mulai dari literasi dan kurikulum, hingga asesmen diagnostik untuk mengetahui kemampuan siswa.
“Strategi literasi dengan target yang jelas harus dikembangkan untuk segera diterapkan di seluruh sekolah dasar di Indonesia. Ini untuk memastikan bahwa siswa mampu mengembangkan pengetahuan serta keterampilan membaca dan menulis sejak kelas awal sekolah dasar, karena hal tersebut merupakan investasi bagi pembelajaran mereka saat ini dan seterusnya,” katanya, Jumat (1/10/2021).
Dalam jangka pendek, lanjut Anindito Aditomo, mendorong penggunaan kurikulum khusus untuk mengurangi risiko kehilangan pembelajaran yang terus berlanjut, khususnya penggunaan modul kurikulum darurat yang fokus pada kemampuan literasi dan numerasi.
Nino menyebut, tujuan studi adalah untuk mengidentifikasi kesenjangan antara pencapaian saat ini dan pencapaian yang diharapkan dalam hal keterampilan literasi dan numerasi dasar.
“Selain itu, studi ini juga untuk mengetahui pengaruh Covid-19 terhadap partisipasi belajar siswa setelah lebih dari satu tahun siswa belajar di masa pandemi,” jelas pria yang akrab disapa Nino ini.
Baca Juga; Wakil Wali Kota Cirebon: Jangan Ragu Masyarakat Titipkan Hartanya ke Baznas
Direktur Program Inovasi, Mark Heyward mengungkapkan, temuan awal studi menunjukkan telah terjadi kehilangan pembelajaran (learning loss). Kehilangan pembelajaran sendiri dapat diartikan hilangnya kompetensi yang telah dipelajari sebelumnya, atau tidak tuntasnya pembelajaran di jenjang kelas, serta adanya efek majemuk dari tidak mengusasai pembelajaran di setiap jenjang kelas yang signifikan, dan siswa mengalami putus sekolah.
Sedangkan, menurut definisi UNESCO tentang hal tersebut adalah hilangnya partisipasi siswa (participation loss), termasuk putus sekolah dan tidak terlibat di sekolah; tidak merasa dilibatkan dan atau tidak berpartisipasi dalam kegiatan sekolah, tidak terdaftar, atau jumlah kehadiran rendah. Efek kerugian tersebut mungkin akan terus berlangsung bahkan setelah pandemi.
Anindito juga menggarisbawahi peran pemerintah daerah dan kerja sama berbagai pihak untuk pembelajaran yang berpihak kepada siswa, sehingga sekolah diberikan ruang untuk dapat menyesuaikan pembelajaran.
Termasuk dukungan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), agar sekolah dapat menggunakannya dengan benar berdasarkan kebutuhan yang ada. “Upaya nyata sangat mendesak dilakukan oleh berbagai pihak untuk memitigasi dampak langsung maupun jangka panjang dari situasi pandemi,” imbuhnya.