Hakim Ardi Diminta Bebaskan Terdakwa Hosiyah Safitri Atas Tuduhan Pemalsuan

photo author
- Minggu, 12 Juli 2020 | 18:07 WIB
20200712_173525
20200712_173525

Reporter: R. Wijaya S

SATU ARAH - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bekasi perkara nomor 170/Pid.B/2020/PN.Bks yang diketuai Ardi diminta untuk melepaskan dan membebaskan kliennya, Hosiyah Safitri (45) atas tuduhan pemalsuan.

Hal itu disampaikan Advokat Ratna Lumbantoruan dan Roganda Siregar dari Law Office Abidan Lumbantoruan, SH & Partners saat membacakan nota pembelaannya dalam sidang terbuka untuk umum, Rabu (8/7/2020) menanggapi surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksan Negeri Kota Bekasi, Arif Budiman dan Satriya Sukmana atas tuntutan 7 (tujuh) tahun pidana penjara karena dituduh melanggar pasal 264 ayat (2) KUHP Jo Pasal 5 ayat (1) KUHP.

Di hadapan majelis hakim beranggotakan, Tri Yuliyani dan Syofia Marlianti Tambunan menggantikan Eli Suprapto yang telah pindah tugas, selain menyoroti kinerja JPU atas surat tuntutan dengan mengcopy paste dakwaan dan pasal pelaku tindak pidana lainnya yang telah direnvoi di persidangan, mereka menyebut patut diduga ceroboh dan melakukan suatu kekeliruan atau ketidakhati-hatian serta menuding tuntutan yang membabi buta.

Disebutkan, berdasarkan keterangan para saksi, Sutoyo Arjo, Fendy Patra, Herman, Usman Komaruddin, Mulyadi Rahman dan juga terdakwa, terungkap perkara ini bermula dari sengketa kepemilikan tanah di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, di mana obyek tanah sengketa a quo adalah bidang tanah yang diterangkan dalam SHM Nomor 51/Sumur Batu, sekarang SHM 2575/Ciketing Udik kemudian obyek tanah selanjutnya diklaim Sutoyo Arjo dan Fendy Putra sebagai miliknya berdasarkan SHM Nomor 1870, 1871, 1873, 1874/Ciketing Udik atas nama Sutoyo Arjo dan SHM Nomor 1872, 1886/Ciketing Udik atas nama Fendy Putra yang saat ini masih proses tingkat Kasasi Mahkamah Agung RI.

Ahli hukum pidana Dr. Dwi Seno Wijanarko yang menyebut, berdasar kausalitas keberadaan perkara ini, sesungguhnya perkara pidana ini tidak layak untuk diajukan karena perkara perdata yang mendasari timbulnya perkara pidana ini masih dalam proses pemeriksaan di tingkat kasasi.

"Sesuai asas Prejudiciele Geschil yang diatur dalam PERMA Nomor 1 tahun 1956, bahwa apabila ada perkara perdata dan pidana berjalan secara bersamaan, perkara perdata harus diutamakan dulu dan perkara pidananya wajib ditangguhkan," imbuhnya.

Demikian juga disebutkan dalam Surat Edaran Kejaksaan Agung Nomor 230/E/01/2013, bahwa penanganan tentang tindak pidana umum yang obyeknya berupa tanah ditangguhkan hingga pemeriksaan aspek keperdataannya memperoleh kekuatan hukum tetap.

Perkara ini kausal adanya peristiwa hukum jual-beli tanah yang disebut dalam SHM Nomor 51/Sumur Batu sekarang SHM Nomor 2575/Ciketing Udik semula atas nama Nyain bin Kaisin menjadi Hosiyah Safitri.

Bahwa dalam jual-beli tersebut, semata-mata terdakwa selaku pembeli mengetahui dan menginsyafi berhadapan dengan Nyain bin Kaisin selaku penjual yang berlanjut pada proses penandatanganan akta jual beli di hadapan Notaris Hirza Arafatul Lama’ah, SH., pihak penjual telah datang dan menghadap serta mengaku bernama Nyain bin Kaisin didampingi Titi Suryati (istri Nyain bin Kaisin), Mantra (anak kandung sulung dari Nyain bin Kaisin) dan Risan staf kelurahan dan baru mengetahui kalau ternyata figure Nyain bin Kaisin yang telah menjual tanahnya bukanlah subyek atau pribadi Nyain bin Kaisin yang sebenarnya, yaitu ketika adanya orang lain, in casu pelapor dalam perkara ini mengklaim selaku pemilik tanah yang disebut dalam SHM Nomor 2575/Ciketing Udik.

Kemudian ternyata seandainya figure Nyain bin Kaisin maupun dokumen-dokumen kependudukannya yang menyertai hingga terlaksananya transaksi jual beli tanah sebagaimana disebut dalam SHM Nomor 2575/Ciketing Udik tersebut selaku penjual dan telah menjualnya kepada terdakwa selaku pembeli bukanlah pribadi dari dan dokumen-dokumen a quo pun bukan merepresentasi pribadi Nyain bin Kaisin yang sesungguhnya.

Akan tetapi jelas ditunjuk bahwa dalam peristiwa tersebut, keberadaan orang maupun kausal terbitnya dokumen-dokumen orang yang mengaku sebagai pribadi Nyain bin Kaisin tersebut bukanlah actus reus (perbuatan) maupun mens rea (kehendak) dari terdakwa, namun semata-mata terdakwa hanyalah orang yang telah disesatkan.

Dalam hal ini secara a contrario dan dalam konteks kehendak atau mens rea adalah mustahil kalau terdakwa akan melangsungkan jual-beli tanah a quo bila sejak semula mengetahui penjual maupun dokumen-dokumen kependudukan penjual tersebut adalah tidak benar atau dipalsukan karena jual-beli itu sendiri akan dinyatakan tidak sah sehingga tujuan jual-beli tersebut tidak akan dapat dinikmati oleh terdakwa yang notabene nya sudah mengeluarkan uang yang sangat besar untuk transaksi jual beli tersebut.

“Kami berharap agar nantinya majelis hakim dalam putusannya menolak dakwaan/tuntutan jaksa dan menyatakan membebaskan klien kami karena tidak terbukti melakukan tindak pidana pemalsuan dimaksud,” ungkap tim penasehat hukum dalam permohonannya.

Terpisah, Ratna Lumbantoruan kepada satuarah.co, Minggu (12/7/2020) mengatakan, tindakan jaksa menjatuhkan tuntutan 7 (tujuh) tahun penjara adalah sebuah sikap yang membabi buta dan terkesan balas dendam serta bentuk diskriminasi hukum yang dipaksakan dan yang patut diduga pesanan oknum untuk menjerumuskan kliennya.

"Karena fakta dalam persidangan, tidak ada dan tidak diketemukan keterlibatan klien kami dalam perbuatan tindak pidana pemalsuan sebagaimana tuduhan jaksa tersebut," pungkasnya.

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Budhie Uban

Tags

Rekomendasi

Terkini

Sekcam Babelan Buka Forum Destana

Kamis, 11 Desember 2025 | 19:53 WIB
X